BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Persalinan
adalah proses dimana bayi,
plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal
jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu)
tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai sejak uterus berkontraksi
dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir
dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi
uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks. (JNKP-KR, 2008)
Persalinan
dan kelahiran merupakan kajadian fisiologis yang normal dalam kehidupan.
Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial bagi ibu dan keluarga.
Peranan ibu adalah melahirkan bayinya, sedangkan peran keluarga adalah memberi
bantuan dan dukungan pada ibu ketika terjadi proses persalinan. Dalam hal ini
peranan petugas kesehatan tidak kalah penting dalam memberikan batuan dan
dukungan pada ibu agar seluruh rangkaian proses persalinan berlangsung dengan
aman baik bagi ibu maupun bagi bayi yang dilahirkan (Sumarah, Yani dan Nining,
2008; h.1)
read more
Tanda
|
Nilai
|
||
0
|
1
|
2
|
|
Warna
|
Biru
sampai pucat
|
Tubuh
merah jambu, tungkai biru
|
Seluruh
tubuh kemerahan
|
Usaha
bernafas
|
Tidak
ada
|
Sesak
nafas, tidak teratur
|
Menangis
kuat
|
Denyut
jantung
|
Tidak
ada
|
<
100 denyut permenit
|
> 100
denyut permenit
|
Tonus otot
|
Lumpuh
|
Sedikit
fleksi anggota tubuh
|
Gerakan
aktif, kuat
|
Iretabilitas
reflek
|
Nol
|
Meringis
atau bersin
|
menangis
|
Parameter
|
Frekuensi
pada fase laten
|
Frekuensi
pada fase aktif
|
Tekanan
darah
|
Setiap
4 jam
|
Setiap
4 jam
|
Suhu
badan
|
Setiap
4 jam
|
Setiap
4 jam
|
Nadi
|
Setiap
30 – 60 menit
|
Setiap
30 - 60 menit
|
Denyut
jantung janin
|
Setiap
1 jam
|
Setiap
30 menit
|
Kontraksi
|
Setiap
1 jam
|
Setiap
30 menit
|
Pembukaan
servik
|
Setiap
4 jam
|
Setiap
4 jam
|
Penurunan
|
Setiap
4 jam
|
Setiap
4 jam
|
|
Periode
persalinan merupakan salah satu periode yang berkontribusi besar terhadap angka
kematian Ibu di Indonesia. Kematian saat bersalin dan 1 minggu pertama
diperkirakan 60% dari seluruh kematian ibu (Maternal Mortalit: who, when, where
and why; Lancet 2006). Sedangkan dalam target MDG’s, salah satu upaya yang
harus dilakukan untuk meningkatkan kesehatan ibu adalah menurunkan angka
kematian ibu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 dari 425
per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1992 (SKRT) serta meningkatkan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan menjadi 90% pada tahun 2015 dari
40,75 pada tahun 1992 (BPS). Perolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah
pelayanan persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan
kompetensi kebidanan. (Profil Kesehatan Indonesia 2010, h.80)
Dalam menilai derajat kesehatan
masyarakat, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan.
Indikator-indikator tersebut pada umumnya tercermin dalam kondisi morbiditas,
mortalitas dan status gizi. Pada bagian ini, derajat kesehatan masyarakat di
Indonesia digambarkan melalui Angka Kematian bayi (AKB), Angka Kematian Ibu
(AKI), dan angka morbiditas beberapa penyakit. (Profil Kesehatan Indonesia
2010; h. 35)
Angka
kematian bayi adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia satu
tahun per 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. AKB di Provinsi Jawa
Tengah tahun 2009 sebesar 10,25/1.000 kelahiran hidup,
meningkat
bila dibandingkan dengan tahun 2008 sebesar 9,17/1.000 kelahiran hidup. Angka
kematian bayi tertinggi adalah di Kota Semarang sebesar 18,59/1.000 kelahiran hidup,
sedang terendah adalah di Kab. Demak sebesar 4,42/1.000 kelahiran hidup (Profil
Kesehatan Jawa Tengah 2009).
Angka
Kematian Ibu (AKI) diperoleh melalui berbagai survey, dengan dilaksanakannya
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dan Survey Demografi & Kesehatan
Indonesia (SDKI), maka cakupan wilayah penelitian AKI menjadi lebih luas
dibanding survey-survey sebelumnya. Angka kematian ibu diketahui dari jumlah
kematian karena kehamilan, persalinan dan ibu nifas per jumlah kelahiran hidup
di wilayah tertentu dalam waktu tertentu. Angka Kematian Ibu mencerminkan
resiko yang dihadapi ibu-ibu selama kehamilan dan melahirkan yang dipengaruhi
oleh : keadaan sosial ekonomi dan kesehatan menjelang kehamilan, kejadian
berbagai komplikasi pada kehamilan dan kelahiran, serta tersedianya dan
penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan prenatal dan
obstetric. Penyebab
utama kematian ibu bersalin adalah Preeklamsia/eklamsia, perdarahan,
penyakit jantung.
Angka
kematian ibu di Provinsi Jawa Tengah untuk tahun 2009 berdasarkan laporan dari
kabupaten/kota sebesar 117,02/100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut telah
memenuhi target dalam Indikator Indonesia Sehat 2010 sebesar 150/100.000 dan
mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan AKI pada tahun 2008 sebesar
114,42/100.000 kelahiran hidup. (Profil Kesehatan Jawa Tengah 2009)
Angka
kematian bayi di Kabupaten Demak menurut data tahun 2010 sebanyak 115.
Sedangkan jumlah kelahiran hidup tahun 2010 sebanyak 21.216 KH. Jadi IMR
Kabupaten Demak pada tahun 2010 adalah sebesar 5,42 perseribu kelahiran hidup
(selalu dibawah target Provinsi Jawa Tengah). Penyebab kematian bayi di
Kabupaten Demak tahun 2010 adalah BBLR sebesar 43,87% dan Umur bayi meninggal
0-7 hr :70,40%. (Profil Kesehatan Kabupaten Demak Tahun 2010)
Untuk
Kabupaten Demak pada tahun 2009 adalah sebesar 143.06 / 100.000 kelahiran
hidup. Sedangkan tahun 2010 mengalami penurunan yang signifikan yaitu sebesar
98,98/100.000 kelahiran hidup. Dengan asumsi bahwa tingginya angka kematian ibu
menunjukkan keadaan sosial ekonomi yang rendah dan fasilitas pelayanan
kesehatan termasuk pelayanan prenatal dan obstetric rendah, maka dapat
dikatakan terjadi penurunan angka MMR, yang berarti terjadi peningkatan tingkat
derajat kesehatan di Kabupaten Demak. (Profil Kesehatan Kabupaten Demak Tahun
2010)
Sedangkan
data yang di dapat dari BPM Ny. Dwi Lestari Demak pada bulan Januari 2011 –
September 2011 adalah sebanyak 87 persalinan, dengan persalinan normal sebanyak
58, dan untuk persalinan dengan rujukan sejumlah 29. Dimana persalinan rujukan
itu diklasifikasikan yaitu: persalinan dengan KPD sebanyak 14, Persalinan dengan
Pre Eklampsi Berat sebanyak 4, persalinan dengan post SC sebanyak 5, serotinus
4, dan persalinan gemeli 2.
Saat
persalinan mungkin ada beberapa komplikasi yang akan timbul. Salah satu
komplikasi yang dapat terjadi pada saat pertolongan persalinan tersebut adalah
lilitan tali pusat. Lilitan tali pusat adalah tali pusat yang membentuk lilitan
sekitar badan janin, bahu, tungkai atas/ bawah dan leher. Dalam masa kehamilan
janin bebas bergerak dalam cairan amnion, sehingga pertumbuhan dan
perkembangannya berjalan dengan baik. Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada
tali pusat yang panjang besar kemungkinan dapat terjadi lilitan tali pusat.
Keadaan ini dijumpai pada air ketuban yang berlebihan, tali pusat yang panjang
dan bayinya yang kecil. Tali pusat dapat diketahui lewat pemeriksaan USG,
lilitan tali pusat tidak bisa lepas tetapi dipantau dan memberitahu ibu. Sebenarnya
lilitan tali pusat tidaklah terlalu membahayakan namun menjadi bahaya ketika
memasuki proses persalinan dan terjadi kontraksi rahim (mules) dan kepala janin
turun memasuki saluran persalinan. Lilitan tali pusat bisa menjadi semakin erat
dan menyebabkan penurunan uteroplasenter, juga menyebabkan penekanan/ kompresi
pada pembuluh-pembuluh darah tali pusat. Akibatnya suplai darah yang mengandung
oksigen dan zat makanan ke bayi menjadi terganggu. Lilitan tali pusat
dileherpun tidak harus berujung sesar, tapi proses persalinan dipantau ketat
pada kala I dan observasi denyut jantung. Bila denyut jantung terganggu,
persalinan diakhiri dengan bedah sesar. Karena jika dipaksa lahir dengan
normal, bisa berdampak buruk pada janin.
Dari data diatas disimpulkan bahwa
kasus persalinan dengan lilitan tali pusat banyak berpengaruh terhadap
kelancaran proses persalinan, terutama untuk keselamatan janin,
sehingga perlu mendapatkan penanganan
khusus dari petugas kesehatan demi keselamatan ibu dan bayi oleh karena itu penulis
tertarik untuk mengambil
judul “Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin Normal dengan Lilitan Tali
Pusat pada Ny. M di BPM Ny. Dwi Lestari Desa Botorejo Kecamatan Wonosalam Kabupaten
Demak”.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas
maka Rumusan Masalahnya adalah: “Bagaimana Penerapan Asuhan Kebidanan Ibu
Bersalin Normal dengan Lilitan Tali Pusat pada Ny. M umur 21 tahun G1P0A0 Usia Kehamilan
42 minggu di BPM Ny. Dwi Lestari Desa
Botorejo Kecamatan
Wonosalam Kabupaten Demak?”
C. Tujuan
1.
Tujuan
umum
Penulis mampu melaksanakan
asuhan kebidanan ibu bersalin normal pada Ny.M dengan lilitan tali pusat di BPM
Ny.Dwi Lestari
menggunakan manajemen 7 langkah Varney dan mendokumentasikannya.
2.
Tujuan
khusus
a.
Mampu
melakukan pengkajian pada ibu bersalin normal pada Ny. M dengan lilitan tali
pusat di BPM Ny.Dwi Lestari, Desa
Botorejo, Wonosalam, Kab. Demak.
b.
Mampu
menginterpretasi data untuk menentukan diagnosa kebidanan dan diagnosa masalah
pada ibu bersalin normal pada Ny.M dengan lilitan tali pusat di BPM Ny.Dwi Lestari, Wonosalam, Kab. Demak.
c.
Mampu
mengidentifasi diagnosa potensial pada Ny.M dengan lilitan tali pusat di BPM
Ny.Dwi Lestari,
Wonosalam, Kab.Demak.
d.
Mampu
membuat antisipasi segera terhadap masalah yang muncul pada Ny.M dengan lilitan
tali pusat di BPM Ny. Dwi Lestari,
Wonosalam, Kab. Demak.
e.
Mampu
menyusun intervensi yang sesuai dengan masalah dan kebutuhan yang timbul pada
ibu bersalin normal pada Ny.M di BPM Ny.Dwi Lestari, Wonosalam, Kab. Demak.
f.
Mampu
melakukan implementasi kebidanan pada ibu bersalin normal pada Ny.M dengan
lilitan tali pusat di BPM Ny.Dwi Lestari,
Wonosalam, Kab. Demak.
g.
Mampu
mengevaluasi hasil dan perkembangan pada ibu bersalin normal pada Ny.M dengan
lilitan tali pusat di BPM Ny. Dwi Lestari,
Wonosalam, Kab. Demak.
D. Ruang
Lingkup
1.
Sasaran
Sasaran asuhan kebidanan
ibu bersalin normal dengan lilitan tali
pusat yaitu Ny.M usia 21 tahun G1P0A0.
2.
Tempat
Lokasi pengambilan kasus
Persalinan Normal dengan Lilitan Tali pusat ini adalah di BPM Ny. Dwi
Lestari Desa Botorejo Kecamatan Wonosalam Kabupaten Demak.
3.
Waktu
Waktu pengambilan kasus ini adalah
Sabtu 11 Oktober 2011 pukul
05.00 WIB
E. Manfaat
1. Manfaat bagi penulis
a.
Dapat
menambah pengalaman, pengetahuan serta dapat menerapkan Asuhan Persalinan
Normal sesuai dengan wewenang Kepmenkes/369/Menkes/SK/III/2007 dan PerMenkes
RI No.1464/MenKes/Per/X/2010
yang dimiliki.
b. Untuk mengetahui sejauh mana perbedaan
dan persamaan antara teori yang di dapat dengan praktek di lahan pada ibu
bersalin normal dengan lilitan tali pusat.
2. Bagi institusi
a.
Diharapkan
dapat menambah wacana pustaka
b.
Diharapkan
dapat memberi masukan dalam kegiatan pembelajaran terutama tentang asuhan
persalinan normal dengan lilitan tali pusat.
3.
Bagi
tenaga kesehatan
a.
Diharapkan
dapat digunakan sebagai bahan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya
persalinan normal dengan lilitan tali pusat.
b.
Diharapkan
dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pemahaman tentang persalinan normal
dengan lilitan tali pusat.
4.
Bagi
masyarakat
Menambah
wawasan dan pengetahuan tentang persalinan normal yang bersih dan aman.
F. Metode
Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data
yang digunakan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah:
1.
Anamnesa
Anamnesa merupakan metode pengumpulan
data dengan cara wawancara langsung responden, metode ini memberikan hasil
secara langsung. Metode ini dilakukan apabila ingin mengetahui hal-hal secara
mendalam (
A.Aziz Alimul Hidayat, 2010;
h.100). Anamnesis dapat dilakukan melalui dua cara:
a. Auto Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan
kepada klien langsung, jadi data yang diperoleh adalah data primer karena
langsung dari sumbernya.
b. Allow Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan
kepada keluarga klien dan bidan untuk memperoleh data tentang klien tidak
memungkinkan lagi untuk memberikan data yang akurat. (Ari Sulistyawati dan Esti
Nugraheny, 2010 ; h. 220)
2.
Observasi
Yaitu
metode pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan langsung untuk
mengamati keadaan umum pasien dan perubahan tingkah laku (Hidayat, 2007; h.99).
Observasi/pengamatan
adalah suatu hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk
menyadari adanya rangsangan. Mula-mula rangsangan dari luar indera dan
terjadilah penginderaan, kemudian apabila rangsangan tersebut menarik perhatian
akan dilanjutkan dengan adanya pengamatan (Notoatmodjo, 2005; h.93).
3.
Pemeriksaan
fisik
Pemeriksaan fisik bertujuan untuk menilai kondisi
kesehatan ibu dan bayinya serta tingkat kenyamanan fisik ibu bersalin. Pemeriksaan fisik harus dilaksanakan
secara komprehensif serta meliputi riwayat kesehatan. Data di tulis setelah
melaksanakan pemeriksaan fisik yang meliputi keadaan normal maupun abnormal
(Notoatmojo,2005; h.37)
4.
Studi
pustaka
Buku-buku
yang menjadi pedoman yang dibaca untuk memperoleh suatu konsep dasar untuk
penulisan ilmiah yang mendukung penulisan laporan pengelolaan kasus
(Notoatmodjo, 2005).
G. Sistematika
Penulisan
BAB I (PENDAHULUAN)
Menguraikan tentang latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, ruang lingkup, manfaat penulisan,
metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II (TINJAUAN PUSTAKA)
Menguraikan tentang teori
medis persalinan normal, lilitan tali pusat pada proses persalinan, teori
managemen kebidanan menurut Helen Varney, dan landasan hukum bagi bidan yang
melaksanakan asuhan kebidanan persalinan dengan lilitan tali pusat.
BAB III (TINJAUAN KASUS)
Memuat
keseluruhan asuhan kebidanan yang telah dilaksanakan. Asuhan Kebidanan ditulis
dengan urutan manajemen kebidanan 7 (tujuh) langkah Varney, yaitu mulai
Pengumpulan data dasar, Interpretasi data dasar, Mengidentifikasi diagnosa atau
masalah potensial, Menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, Menyusun
rencana asuhan yang menyeluruh/ komprehensif, Pelaksanaan langsung asuhan
dengan efisien dan aman, sampai mengevaluasi.
BAB IV (BAHASAN)
Berisi tentang persamaan
dan kesenjangan antara teori dan praktek atau asuhan yang sudah dilakukan, dan
pemberian solusi yang dapat dipertanggung jawabkan.
BAB V (PENUTUP)
Berisi simpulan dari
asuhan yang sudah dilakukan berdasarkan teori dan sekaligus memberikan saran
yang rasional sesuai kasus yang diambil.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori Medis
1.
Persalinan Normal
a. Pengertian persalinan
1) Persalinan adalah proses pengeluaran
hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di
luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan atau
tanpa bantuan / kekuatan sendiri. Proses
ini dimulai dengan pembukaan serviks secara progresif dan diakhiri dengan
kelahiran plasenta (Sulistyawati, 2010; h.4).
2) Persalinan adalah suatu proses
pengeluaran hasil konsepsi dari rahim ibu melalui jalan lahir atau dengan jalan
lain yang kemudian janin dapat hidup keluar dunia (Rohani dan Marisah, 2011;
h.3).
b. Pengertian persalinan normal
a) Persalinan normal atau partus spontan
adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu
sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya
berlangsung kurang dari 24 jam (Prawiroharjo, 2006; h.37).
b) Persalinan dan kelahiran normal adalah
proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42
minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam
18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun janin (Syaifudin, 2006; h.100).
c) Persalinan normal adalah bila bayi
lahir dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat atau
pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi dan umumnya berlangsung dalam
waktu kurang dari 24 jam (Wiknjosastro, 2002; h. 180)
d) Persalinan normal adalah proses
pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir
spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung tidak lebih dari 18
jam tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin. (Sarwono, 2002).
c.
Jenis-jenis
persalinan
a) Partus Imaturus
Persalinan yang terjadi
dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu dan lebih dari 20 minggu dengan
berat janin antara 1000-1500 gram.
b) Abortus
Terhentinya dan
dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum mampu hidup di luar kandungan. Umur
kehamilan sebelum 20 minggu dengan berat janin kurang dari 1000 gram.
c) Persalinan Prematuritas
Persalinan sebelum umur
kehamilan 28-36 minggu dan berat janin kurang dari 2499 gram.
d) Persalinan Aterm
Persalinan antara umur
kehamilan 37-42 minggu dan berat janin diatas 2500 gram.
e) Persalinan Serotinus
Persalinan melampaui umur
kehamilan 42 minggu dan pada janin terdapat tanda postmaturitas.
f) Persalinan Presipitatus
Persalinan berlangsung
cepat kurang dari 3 jam.(Prawiroharjo, 2006; h.180)
d.
Persalinan
Berdasarkan teknik
a) Persalinan spontan, yaitu persalinan
yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir.
b) Persalinan buatan yaitu Persalinan
dengan tenaga dari luar dengan ekstraksi forsep, ekstraksi vakum dan section
sesaria.
c) Persalinan anjuran yaitu Persalinan
tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru berlangsung setelah pemecahan
ketuban, pemberian pitocin aprostaglandin.
e.
Sebab-sebab
mulainya persalinan
a) Teori keregangan
Otot rahim mempunyai
kemampuan meregang dalam batas tertentu. Setelah melewati batas tertentu
tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat di mulai. Keadaan uterus
yang terus membesar dan menjadi tegang menyebabkan iskemia otot-otot uterus.
Hal ini dapat mengganggu sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta mengalami
degenerasi.
b) Teori penurunan progesterone
Proses penuaan plasenta
terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan
ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu. Villi koriales mengalami
perubahan produksi progesterone mulai menurun, sehingga otot rahim mulai
berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan
progesterone tertentu.
c) Teori oksitosin internal
Oksitosin dikeluarkan oleh
kelanjar hipofise parts posterior. Perubahan keseimbangan estrogen dan
progesterone dapat mengubah sensivitas otot rahim, sehingga sering terjadi
kontraksi brakton hicks. Menurunnya konsentrasi progesterone akibat taunya
kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan
dimulai.
d) Teori prostaglandin
Prostaglandin meningkat
sejak umur kehamilan 15 minggu yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian
prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga
terjadi persalinan. Prostaglandin dianggap sebagai pemicu persalinan.
e) Teori hipotalamus-pituitari dan
glandula suprarenalis
Teori ini menunjukan
adanya kehamilan anensefalus sering terjadi keterlambatan persalinan karena
tidak terbentuk hipotalamus. Pemberian kortikosteroid dapat memicu adanya
persalinan, sehingga hipotalamus sangat berperan dalam persalinan.
f) Teori berkurangnya nutrisi
Berkurangnya nutrisi pada
janin yang dikemukakan Hippokrates untuk pertama kalinya. Bila nutrisi pada
janin berkurang maka konsepsi akan keluar.
g) Tekanan pada gangguan pada ganglion
servikale dari pleksus frankenhauser yang terletak di bidang serviks. Bila
ganglion ini tertekan, maka kontraksi uterus dapat dibangkitkan. (Sumarah,
2008; h.3-4)
f.
Tanda-Tanda
Adanya Persalinan
a) Tanda-tanda
persalinan sudah dekat (sumber)
a) Lightening
Pada minggu ke-36 pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri karena
kepala bayi sudah masuk PAP yang disebabkan oleh :
(1) Kontraksi
Braxton Hicks
(2) Ketegangan
otot perut
(3) Ketegangan
ligamentum rotundum
(4) Gaya
berat janin kepala ke arah bawah
b) Terjadinya
His Permulaan
Dengan makin tua pada usia kehamilan, pengeluaran estrogen dan progesteron
semakin berkurang sehingga oksitosin dapat menimbulkan kontraksi, yang lebih
sering sebagai his palsu.
Sifat his palsu :
(1) Rasa
nyeri ringan di bagian bawah
(2) Datangnya
tidak teratur
(3) Tidak ada
perubahan pada serviks atau pembawa tanda
(4) Durasinya
pendek
(5) Tidak
bertambah jika beraktifitas
b) Tanda-tanda masuk dalam persalinan
a)
Terjadinya his persalinan
His persalinan mempunyai sifat:
(1)Pinggang
terasa sakit, yang menjalar ke depan
(2)Sifatnya
teratur, intervalnya makin pendek dan kekuatannya semakin besar
(3)Kontraksi
uterus menyebabkan perubahan serviks
(4)Makin
beraktifitas (jalan), kekuatan makin bertambah
b)
Bloody show (pengeluaran lendir disertai darah melalui vagina)
Dengan his permulaan, terjadi perubahan pada serviks yang
menimbulkan pendataran dan pembukaan. Lendir yang terdapat pada kanalis servikalis
lepas, kapiler pembuluh darah
pecah yang menyebabkan sedikit perdarahan.
c)
Pengeluaran cairan
Keluar banyak cairan dari jalan lahir. Ini terjadi akibat
pecahnya ketuban atau selaput ketuban robek. Sebagian besar ketuban pecah
menjelang pembukaan lengkap tetapi kadang ketuban pecah pada pembukaan kecil.
Dengan pecahnya ketuban diharapkan persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam.
g.
Tahapan
Persalinan
a) Kala I (Pembukaan)
Kala I adalah kala
pembukaan yang berlangsung antara pembukaan 0-10 cm (pembukaan lengkap). Pasien
dikatakan dalam tahap persalinan kala I, jika sudah terjadi pembukaan serviks
dan kontraksi terjadi teratur minimal 2 kali dalam 10 menit selama 20
detik. proses ini dibagi menjadi dua
fase, yaitu fase laten (8 jam) dimana serviks membuka sampai 3 cm dan fase
aktif (7 jam) dimana serviks membuka dari 3-10 cm. lama kala I untuk
primigarvida berlangsung 12 jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam.
Berdasarkan kurve friedman, diperhitungkan pembukaan primigravida 1 cm per jam
dan pembukaan multigravida 2 cm per jam.
b) Kala II (Pengeluaran Bayi)
Kala II adalah kala
pengeluaran bayi, dimulai dari pembukaan lengkap sampai bayi lahir. Proses ini
biasanya berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida.
Diagnosa persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan dalam untuk
memastikan pembukaan sudah lengkap dan kepala janin sudah tampak di vulva
dengan diameter 5-6 cm
c) Kala III (Pelepasan Plasenta)
Kala III adalah waktu
untuk pelepasan dan pengeluaran plasenta. Lepasnya plasenta sudah dapat
diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda sebagai berikut:
a) Uterus menjadi berbentuk bundar
b) Uterus terdorong ke atas, karena
plasenta dilepas ke segmen bawah rahim
c) Tali pusat bertambah panjang
d) Terjadi perdarahan
d) Kala IV (Observasi)
Kala
III adalah waktu untuk pelepasan dan pengeluaran plasenta selama 1-2 jam. Pada
Kala IV dilakukan observasi terhadap perdarahan pascapersalinan, paling sering
terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a) Tingkat kesadaran pasien.
b) Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan
darah, nadi, dan pernafasan.
c) Kontraksi uterus.
d) Terjadinya perdarahan. Perdarahan
dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi 400-500 cc. (Sulistyawati
dan Nugraheny, 2010; h.7-9)
h.
Faktor-Faktor
yang Memperngaruhi Persalinan
a) Faktor Power
Power
adalah kekuatan yang mendorong janin keluar. Kekuatan yang mendorong janin keluar dalam persalinan
ialah : his, kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma dan
aksi dari ligament, dengan kerjasama yang baik dan sempurna.
a)
His
(kontraksi uterus)
His
adalah kontraksi uterus karena otot-otot polos rahim bekerja baik dan sempurna dengan sifat-sifat : kontraksi simetris, fundus dominan, kemudian diikuti
relaksasi. Pada saat kontraksi otot-otot rahim menguncup sehingga menjadi tebal dan lebih
pendek. Kavum uteri menjadi lebih kecil
mendorong janin dan kantong amnion kearah bawah rahim dan servik.
Sifat-sifat lainnya dari his adalah :
involuntir, intermiten, terasa sakit, terkoordinasi dan simetris yang kadang-kadang dapat dipengaruhi dari luar
secara fisis, chemis dan psikis. Dalam melakukan observasi pada ibu bersalin,
hal-hal yang harus
diperhatikan dari his adalah :
(1)
Frekuensi
his : adalah jumlah his dalam waktu tertentu biasanya permenit atau per 10
menit.
(2)
Intensitas
his : adalah kekuatan his (adekuat atau lemah).
(3)
Durasi
(lama his) : adalah lamanya setiap his berlangsung dan ditentukan dengan detik,
misalnya 50 detik.
(4)
Interval
his : adalah jarak antara his satu dengan
his lainnya, misalnya his dating tiap 2-3 menit.
(5)
Datangnya
his : apakah sering, teratur atau tidak.
Kelainan kontraksi otot
rahim (his)
(1)
Inersia
uteri: his yang sifatnya lemah, pendek, dan jarang. Terdapat 2 macam inertia uteri yaitu:
(a) Inersia uteri primer : his yang sejak
semula kekuatanya sudah lemah
(b) Inersia uteri sekunder : his pernah
cukup kuat, tapi kemudian melemah.
(2)
Tetania
uteri : his yang terlalu kuat dan terlalu sering sehingga otot rahim tidak
mempunyai kesempatan untuk relaksasi.
Bila terjadi tetania uteri akan menyebabkan:
(a) Persalinan presipitatus: persalinan
yang berlangsung dalam waktu 3 jam.
(b) Asfiksia intra uterin sampai kematian
janin dalam rahim.
Perubahan – perubahan akibat his :
(1)
Pada
uterus dan servik : Uterus teraba keras/padat karena kontraksi. Servik tidak
mempunyai otot-otot
yang banyak, sehingga setiap muncul his maka terjadi pendataran (effacement)
dan pembukaan (dilatasi) dari servik.
(2)
Pada
ibu : rasa nyeri karena iskemia rahim dan kontraksi rahim, terdapat pula
kenaikan nadi dan tekanan darah.
(3)
Pada
janin : Pertukaran oksigen pada sirkulasi utero plasenter kurang sehingga timbul hipoksia janin. Denyut
jantung janin melemah
dan kurang jelas didengar karena adanya iskemia fisiologis. Kalau betul-betul hipoksia yang agak lama,
misalnya pada kontraksi tetanik, maka terjadi gawat janin asfiksia dengan
denyut jantung janin diatas 160 permenit dan tidak teratur.
Pembagian his dan sifat-sifatnya :
(1)
His
pendahuluan : his tidak kuat dan tidak teratur namun menyebabkan keluarnya
bloody show.
(2)
His
pembukaan (Kala I) : menyebabkan pembukaan serviks, semakin kuat, teratur dan
sakit.
(3)
His
pengeluaran (Kala II) : Untuk
mengeluarkan janin,
sangat kuat,
simetris,
terkoordinir dan lama, koordinasi bersama antara kontraksi otot perut, diafragma dan ligament.
(4)
His
pelepasan uri (Kala III) : kontraksi sedang untuk melepaskan dan melahirkan
plasenta.
(5)
His
pengiring (Kala IV) : kontraksi lemah, masih sedikit nyeri (merian), terjadi
pengecilan rahim dalam beberapa
jam atau hari.
b) Tenaga mengejan
Setelah
pembukaan lengkap dan setelah ketuban pecah tenaga yang mendorong anak keluar
selain his, terutama disebabkan oleh kontraksi otot-otot dinding perut yang mengakibatkan
peninggian tekanan
intra abdominal. Tenaga ini serupa dengan tenaga mengejan waktu kita buang air
besar tapi jauh lebih kuat lagi.
b) Faktor Passanger
a)
Janin
Pembahasan mengenai janin
sebagai passenger sebagian besar adalah mengenai ukuran kepala janin, karena
kepala adalah bagian terbesar dari janin dan paling sulit untuk dilahirkan.
Tulang-tulang penyusun
kepala janin:
(1)
Dua
buah os parietalis,
(2)
Satu
buah os oksipitalis,
(3)
Dua
buah os frontalis.
Terdapat
dua fontanel (ubun-ubun) antara lain:
(1)
Fontanel
minor (ubun-ubun kecil)
(a) Berbentuk segitiga
(b) Terdapat di sutura sagitalis superior
bersilang dengan sutura lambdoidea
(c) Sebagai penyebut (penunjuk presentasi
kepala) dalam persalinan, yang diketahui melalui pemeriksaan dalam (vagina
touche). Pada saat tangan pemeriksa meraba kepala janin, ketika terasa adanya
cekungan yang berbentuk segitiga,itulah ubun-ubun kecil.
(2)
Fontanel
mayor (ubun-ubun besar/bregma)
(a) Berbentuk segi empat panjang
(b) Terdapat di sutura sagitalis superior
dan sutura frontalis bersilang dengan sutura koronaria.
b)
Moulage
(Molase) Kepala Janin
Adanya
celah antara bagian-bagian tulang kepala janin memungkinkan adanya penyusupan
antar bagian tulang (overlapping) sehingga kepala janin dapat mengalami
perubahan bentuk dan ukuran, proses ini yang disebut molase.
c)
Hubungan
janin dengan jalan lahir
(1)
Sikap
(Habitus)
Sikap
janin menunjukkan hubungan bagian-bagian
janin dengan sumbu lain, biasanya terhadap tulang punggungnya. Janin umumnya dalam sikap fleksi
dimana kepala, tulang punggung dan kaki dalam keadaan fleksi, lengan bersilang
di dada.
(2)
Letak
(Situs)
Letak
janin adalah bagaimana sumbu janin berada terdapat sumbu ibu misalnya :
(a) Letak lintang dimana sumbu janin tegak
lurus pada sumbu ibu.
(b) Letak membujur dimana sumbu janin sejajar
dengan sumbu ibu, ini bisa letak kepala atau letak sungsang.
(3)
Presentasi
Presentasi
dipakai untuk menentukan bagian janin yang ada di bagian bawah rahim yang
dijumpai pada palpasi atau pada pemeriksaan dalam. Misalnya presentasi kepala,
presentasi bokong, presentasi bahu dan lain-lain.
(4)
Posisi
janin
Bagian
terbawah digunakan untuk indikator atau menetapkan arah bagian terbawah janin
apakah sebelah kanan, kiri,
depan atau belakang terhadap sumbu ibu (maternal-pelvis). Misalnya pada letak belakang kepala (LBK) ubun-ubun kecil (UUK) kiri depan, uuk kanan
belakang.
d)
Plasenta
(1)
Struktur
Plasenta:
(a) Berbentuk bundar atau hampir bundar
dengan diameter 15-20 cm dan tebal 2-2,5 cm.
(b) Berat rata-rata 500 gram.
(c) Letak plasenta umumnya di depan atau
di belakang dinding uterus, agak ke atas kearah fundus.
(d) Terdiri dari dua bagian,yaitu:
i.
Pars
maternal, bagian plasenta yang menempel pada desidua, terdapat kotiledon
(rata-rata 20 kotriledon). Dibagian ini tempat terjadinya pertukaran darah ibu
dan janin.
ii.
Pars
fetal, terdapat tali pusat (insersio/penanaman tali pusat)
-
Insersio
sentralis: penanaman tali pusat di tengah plasenta
-
Insersio
marginalis: penanaman tali pusat di pinggir plasenta
-
Insersio
valementosa: penanaman tali pusat di selaput janin/selaput amnion.
(2)
Fungsi
Plasenta:
(a)
Memberi
makan kepada janin
(b)
Ekskresi
hormon
(c)
Respirasi
janin: tempat pertukaran O2 dan CO2 antara janin dan ibu
(d)
Membentuk
hormon estrogen
(e)
Menyalurkan
berbagai antibody dari ibu
(f)
Sebagai
barier (penghalang) terhadap janin dari kemungkinan masuknya
mikroorganisme/kuman.
e)
Tali
Pusat
Tali pusat merupakan bagian yang
sangat penting untuk kelangsungan hidup janin meskipun tidak menutup
kemungkinan bahwa tali pusat juga dapat menyebabkan penyulit persalinan,
misalnya pada kasus lilitan tali pusat.
(1)
Struktur
tali pusat.
(a)
Terdiri
dari dua arteri umbulikalis dan satu vena umbilikalis.
(b)
Bagian
luar tali pusat berasal dari lapisan amnion
(c)
Di
dalamnya terdapat jaringan lembek yang dinamakan selai warthon. Selai warthon
berfungsi melindungi dua arteri dan satu vena umbilikalis yang berada dalam
tali pusat.
(d)
Panjang
rata-rata 50 cm.
(2)
Fungsi
tali pusat
(a)
Nutrisi
dan oksigen dari plasenta ke tubuh janin
(b)
Pengeluaran
sisa metabolisme janin ke tubuh ibu
(c)
Zat
antibody dari ibu ke janin
(3)
Sirkulasi
tali pusat
(a)
Dua
arteri dan satu vena yang berada dalam tali pusat menghubungkan system
kardiovaskuler janin dengan plasenta
(b)
Pada
beberapa kasus dilaporkan adanya bentuk tali pusat yang tidak normal, misalnya
terlalu kecil dan terpilin, tersimpul terlalu besar, terlalu panjang, terlalu
pendek, dll.
Bentuk
tali pusat yang normal adalah silinder bulat dengan diameter rata-rata 1-1,5
cm, namun kadang ditemukan kelainan bentuk yang menyerupai simpul. Simpul ada
yang berupa simpul palsu dan simpul sungguhan. Adanya simpul pada tali pusat
dengan jumlah yang banyak dan lilitan yang erat dapat menyebabkan gangguan
transportasi oksigen dan nutrisi kepada janin, sehingga menyebabkan berat badan
bayi kurang dari normal.
f)
Air
Ketuban
Air
ketuban merupakan elemen penting dalam proses persalinan. Air ketuban ini dapat
dijadikan acuan dalam menentukan diagnose kesejahteraan janin. Beberapa aspek
penting yang perlu diketahui adalah sebagai berikut.
Struktur
Amnion:
(1) Volume pada kehamilan cukup bulan
kira-kira 500-1000 cc
(2) Berwarna putih keruh, berbau amis dan
terasa manis. Warna keruh sampai hijau pada proses persalinan mengindikasikan
adanya kondisi janin yang tidak sejahtera, sehingga membutuhkan tindakan khusus
untuk bayi yang dilahirkan.
(3) Reaksinya agak alkalis sampai netral
dengan berat jenis 1,008
(4) Komposisinya terdiri atas 98% air dan
sisanya albumin, urea, asam uric, kreatinin, sel-sel epitel, lanugo, verniks
kaseosa dan garam anorganik. Kadar protein 2,6% gram/liter.
Fungsi
Amnion:
(1) Melindungi janin dari trauma/benturan
(2) Memungkinkan janin bergerak bebas
(3) Menstabilkan suhu tubuh janin agar
tetap hangat
(4) Menahan tekanan uterus
(5) Pembersih jalan lahir
c)
Faktor
Passage (Jalan lahir)
a)
Bagian
Keras Panggul
a.
Bidang-bidang panggul
(a)
Bidang
Hodge I : jarak antara promontorium dan pinggir
atas simfisis, sejajar dengan PAP
(b)
Bidang
Hodge II : sejajar dengan PAP, melewati pinggir
bawah simfisis
(c)
Bidang
Hodge III : sejajar dengan PAP melewati Spina
ischiadika
(d)
Bidang
Hodge IV : sejajar dengan PAP,
melewati ujung coccygeus
Gambar 1. Bidang Hodge
b.
Ukuran-ukuran panggul
(a)
DS : Distansia
spinarum, yaitu jarak antara kedua spina iliaka anterior superior (24-26 cm)
(b)
DC : Distansia
Cristarum, yaitu jarak antara kedua crista iliaka kanan dan kiri (28-30 cm)
(c)
CE : Conjugata Eksterna 18-20 cm
(d)
CD : Conjugata Diagonalis, dengan periksa dalam
12,5 cm
(e)
DT : Distansia
Tuderum, dengan menggunakan jangka Oseander (10,5 cm).
c. Jenis panggul
Berdasarkan pada ciri-ciri
bentuk PAP, ada 4 bentuk dasar panggul (menurut Caldwell dan Moloy, 1993)
(a)
Ginekoid : Paling ideal, bulat 45%
(b)
Android : Panggul pria, segitiga 15%
(c)
Antropoid
: Agak lonjong seperti telur 35%
(d)
Latipeloid
: Picak, menyempit arah muka belakang
Gambar 2. Bentuk Panggul
(Yanti, 2010; h.
21-33)
i.
Mekanisme
Persalinan Normal
Gerakan-gerakan utama dari
mekanisme persalinan adalah sebagai berikut:
a) Penurunan kepala
Pada
primigravida masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul biasanya sudah terjadi
sejak bulan terakhir dari kehamilan ,tetapi pada multigravida biasanya baru
terjadi pada permulaan persalinan.
Masuknya kepala ke dalam PAP ,biasanya dengan sutura sagitalis melintang dan
dengan fleksi ringan. Masuknya kepala melewati pintu atas panggul (PAP) dapat
dalam keadaan asinklitismus yaitu pada sutura sagitalis terdapat di
tengah-tengah jalan lahir tepat di antara simfisis dan promontorium.
Pada
sinklitismus, os paretal depan dan belakang sama tingginya. Jika sutura
sagitalis agak ke depan mendekati simfisis atau agak ke belakang mendekati
promontorium,maka dikatakan kepala dalam keadaan asinklitismus ,ada dua jenis
asinklitismus yaitu sebagai berikut.
a)
Asinklitismus
posterior : bila sutura sagitalis mendekati simfisis dan os paretal belakang
lebih rendah dari os parental depan.
b)
Asinklitismus
anterior : bila sutura sagitalis mendekati promontorium sehingga os paretal
depan lebih rendah dari os paretal belakang.
Pada derajat sedang
asinklitismus pasti terjadi pada persalinan normal, tetapi bila berat gerakan ini dapat menimbulkan disporposi
sepalopelvis dengan panggul yang berukuran normal sekalipun.
Penurunan kepala lebih lanjut
terjadi pada kala I dan kala II persalinan. Hal ini disebabkan karena adanya
kontraksi dan retraksi dari segmen atas rahim ,yang menyebabkan tekanan langsung
fundus pada bokong janin. Dalam waktu yang bersamaan terjadinya relaksasi dari
segmen bawah rahim sehingga terjadi penipisan dan dilatasi serviks. Keadaan ini
menyebabkan bayi terdorong ke dalam jalan lahir. Penurunan kepala ini juga
disebabkan karena cairan intrauterin, kekuatan meneran, atau adanya kontraksi
otot-otot abdomen dan melurusnya badan anak. (Rohani, Reni, Marisah,2011; h.146)
b) Penguncian (Engagement)
Tahap penurunan kepala pada waktu
diameter bipariental dari kepala janin telah melalui lubang masuk panggul ibu
(Sulistyawati dan Nugraheny, 2010; h.110).
c) Fleksi
Pada awal persalinan ,kepala bayi dalam
keadaan fleksi yang ringan. Dengan majunya kepala biasanya fleksi juga
bertambah. Pada pergerakan ini,dagu dibawa lebih dekat ke arah dada janin
sehingga ubun-ubun kecil lebih rendah dari ubun-ubun besar. Hal ini disebabkan
karena adanya tahanan dari dinding serviks,dinding pelvis,dan lantai pelvis.
Dengan adanya fleksi ,diameter suboccipito bregmatika (9,5 cm) menggantikan
diameter suboccipito frontalis (11 cm). Sampai di dasar panggul,biasanya kepala
janin berada dalam keadaan fleksi maksimal.
Ada
teori yang menjelaskan mengapa fleksi bisa terjadi. Fleksi ini
disebabkan karena anak di dorong maju dan sebaliknya mendapat tahanan dari
serviks,dinding panggul, atau dasar panggul. Akibat dari keadaan ini maka
terjadilah fleksi. (Rohani, Reni, Marisah, 2011.h.147)
d) Rotasi dalam (putaran paksi dalam)
Putaran paksi dalam adalah pemutaran dari
bagian depan sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan janin
memutar ke depan ke bawah simfisis. Pada presentasi belakang kepala,bagian yang
terendah ialah daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang memutar ke depan
ke arah simfisis. Rotasi dalam penting untuk menyelesaikan persalinan kerna
merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan
lahir khususnya bidang tengah dan bawah panggul (Rohani, Reni, Marisah,
2011.h.148).
e) Ekstensi
Sesudah kepala janin sampai didasar
pinggul dan ubun-ubun kecil berada di bawah simfisis,maka terjadilah ekstensi
dari kepala janin. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah
panggul mengarah ke depan dan ke atas sehingga kepala harus ,mengadakan fleksi
untuk melewatinya. Jika kepala fleksi penuh pada waktu mencapai dasar panggul
tidak melakukan ekstensi,maka kepala akan tertekan pada perineum dan dapat
menembusnya.
Suboksiput yang tertahan pada pingggir
bawah simfisis akan menjadi pusat pemutaran (hypmochlion),maka lahirlah
berturut-turut pada pinggir atas perineum : ubun-ubun
besar,dahi,hidung,mulut,dan dagu bayi dengan gerakan ekstensi. (Rohani, Reni,
Marisah, 2011.h.148)
f)
Rotasi
Luar (putaran paksi luar)
Kepala yang sudah lahir selanjutnya
mengalami restitusi yaitu kepala bayi memutar kembali ke arah punggung anak
untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam.
Bahu melintasi pintu dalam keadaan miring. Di dalam rongga panggul, bahu akan
menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang di laluinya sehingga di dasar
panggul setelah kepala bayi lahir, bahu mengalami putaran dalam dimana ukuran
bahu (diameter bisa kromial) menempatkan diri dalam diameter anteroposterior
dari pintu bawah panggul. Bersamaan dengan itu kepala bayi juga melanjutkan
putaran hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber iskiadikum sepihak (Rohani,
Reni, Marisah, 2011; h.148)
g) Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar, bahu depan di
bawah simfisis dan menjadi hipomochlion untuk kelahiran bahu belakang. Setelah
kedua bahu bayi lahir, selanjutnya seluruh badan bayi dilahirkan searah dengan
sumbu jalan lahir. Dengan kontraksi yang efektif, fleksi kepala yang adekuat,
dan janin dengan ukuran rata-rata, sebagian besar oksiput yang posisinya
posterior berputar cepat segera setelah mencapai dasar panggul sehingga
persalinan tidak bertambah panjang. Akan
tetapi, pada kira-kira 5-10 % kasus, keadaan yang menguntungkan ini tidak
terjadi. Sebagai contoh kontraksi yang buruk atau fleksi kepala yang salah satu
atau keduanya, rotasi mungkin tidak sempurna atau mungkin tidak terjadi sama
sekali, khususnya kalau janin besar (Rohani, Reni, Marisah, 2011; h.150).
j.
Pemeriksaan
Dalam
Pemeriksaan dalam adalah pemeriksaan
genitalia bagian dalam mulai dari vagina sampai serviks menggunakan dua jari,
yang salah satu tekhniknya adalah dengan menggunakan skala ukuran jari (lebar
satu jari berarti 1 cm) untuk menentukan diameter dilatasi serviks (pembukaan
serviks/portio)
Pemeriksaan
dalam dilakukan untuk menilai:
1) Vagina (terutama dindingnya), apakah
ada bagian yang menyempil
2) Keadaan serta pembukaan serviks
3) Kapasitas panggul
4) Ada atau tidaknya tumor pada jalan
lahir
5) Sifat flour albus dan apakah ada alat
yang sakit, misalnya bartholinitis
6) Pecah tidaknya selaput ketuban
7) Presentasi janin
8) Turunnya kepala dalam panggul
9) Penilaian besarnya kepala terhadap
panggul
10)
Apakah
proses persalinan telah dimulai serta kemajuan persalinan
Pemeriksaan dalam kontra indikasi
dilakukan jika terdapat perdarahan pervaginam, karena kemungkinan terjadi
plasenta previa atau solusio plasenta. (Sulistyawati dan Nugraheni, 2010; h.
73-74)
Jika pembukaan serviks kurang dari 4
cm, berarti ibu masih dalam fase laten kala I persalinan dan perlu panilaian
ulang 4 jam kemudian. Jika pembukaan telah mencapai atau lebih dari 4 cm maka
ibu dalam fase aktif kala I persalinan sehingga perlu dimulai pemantauan
kamajuan persalinan dengan partograf. (Rukiyah, dkk.2009; h.76)
k.
Penatalaksanaan
Persalinan Sesuai Standar APN
a) 58 Langkah Asuhan Persalinan Normal:
a)
Mengenali
Gejala dan Tanda Kala II
(1)
Mengenali dan melihat adanya tanda
persalinan kala II yang dilakukan adalah: tingkat kesadaran penderita,
pemeriksaan tanda-tanda :
(a)
Ibu mempunyai keinginan untuk
meneran
(b)
Ibu merasakan tekanan yang semakin
meningkat pada rektum dan vaginanya.
(c)
Perineum menonjol.
(d)
Vulva vagina dan sfingter ani
membuka.
b) Menyiapkan Pertolongan Persalinan
Memastikan perlengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan
esensial untuk menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi
baru lahir. Untuk resusitasi: tempat
datar, rata, bersih, kering dan hangat, 3 handuk atau kain bersih dan kering,
alat penghisap lendir, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm diatas tubuh
bayi.
-
Menggelar kain diatas perut ibu. Dan
tempat resusitasi serta ganjal bahu bayi.
-
Menyiapkan oksitosin 10 unit dan
alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set.
(2)
Pakai celemek plastik yang bersih.
(3)
Melepaskan dan menyimpan semua
periasan yang dipakai, mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang
mengalir dan mengeringkan tangan dengan handuk pribadi yang kering dan
bersih.
(4)
Memakai sarung tangan disinfeksi
tingkat tinggi atau steril untuk pemeriksaan dalam.
(5)
Masukan oksitosin 10 unit
kedalam tabung suntik (gunakan tangan yang memakai sarung tangan
disinfeksi tinggkat tinggi atau steril.
c) Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Bayi.
(6) Membersihkan
vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan kebelakang dengan
menggunakan kapas atau kasa yang sudah di basahi air disinfeksi tingkat tinggi.
(a) Jika
Introitus vagina, perineum, atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan dengan
kasa dari arah depan ke belakang.
(b) Buang
kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia.
(c) Ganti
sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan rendam dalam
larutan klorin 0,5 % → langkah 9.
(7) Lakukan
Periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap
-
Bila selaput ketuban belum pecah dan
pembukaan sudah lengkap maka lakukan amniotomi.
(8) Dekontaminasi
sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan
kotor ke dalam larutan korin 0,5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan
terbalik serta merendamnya selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelah sarung
tangan dilepaskan.
(9) Memeriksa
denyut jantung janin setelah kontraksi berakhir untuk memastikan bahwa DJJ
dalam batas normal.
d) Menyiapkan Ibu Dan Keluarga Untuk Membantu proses
pimpinan meneran.
(10) Memberi
tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, membantu ibu dalam posisi yang nyaman sesuai
keinginannya.
(11) Meminta
bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran ( pada saat
adanya his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan dia
merasa nyaman ).
(12) Melakukan
pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk
meneran.
(13) Ajarkan
ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu
belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
e) Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi
(14) Jika
kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm meletakan handuk bersih
diatas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
(15) Meletakan
kain yang bersih di lipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.
(16) Membuka
tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.
(17) Memakai
sarung tangan DTT pada kedua tangan.
f)
Persiapan
Pertolongan Kelahiran Bayi.
(18) Saat
kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi perineum dengan satu
tangan yang dilapisi kain tadi, letakan tangan yang lain di kepala bayi untuk
menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala, menganjurkan ibu untuk
meneran perlahan-lahan saat kepala lahir.
(19) Memeriksa
lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika terjadi lilitan tali
pusat.
(a)
Jika tali pusat melilit leher secara
longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi.
(b)
Jika tali pusat melilit leher secara
kuat, klem tali pusat didua tempat dan potong diantara kedua klem tersebut.
(20) Menunggu
hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan. Lahirnya bahu
(21) Setelah
kepala melakukan putaran paksi luar, tepatkan ke dua tangan di masing-masing
sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi berikutnya,
dengan lembut menariknya kearah bawah dan kearah luar sehingga bahu anterior
muncul di bawah arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan
kearah luar untuk melahirkan bahu posterior. Lahirnya badan dan tungkai
(22) Setelah
kedua bahu di lahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala bayi yang berada di
bagian bawah ke arah perineum, membiarkan bahu dan lengan posterior lahir
ketangan tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati
perineum, gunakan tangan bagian bawah saat menyangga tubuh bayi saat
dilahirkan. Menggunakan tangan anterior (bagian atas) untuk mengendalikan siku
dan tangan anterior saat bayi keduanya lahir.
(23) Setelah
tubuh dan lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas ( anterior ) dari
punggung kearah kaki bayi untuk menyangga saat punggung dan kaki lahir memegang kedua mata kaki bayi
dan dengan hati – hati membantu kelahiran kaki.
g) Penanganan Bayi Baru Lahir
(24) Menilai
bayi dengan cepat, kemudian meletakan bayi diatas perut ibu di posisi kepala
bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek,
meletakan bayi di tempat yang memungkinkan).
(25) Segera
mengeringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali
tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang
kering. Biarkan bayi diatas perut ibu.
(26) Periksa
kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil
tunggal).
(27) Beritahu
ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik.
(28) Dalam
waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntukan oksitosin 10 unit IM (Intara
muskuler) 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum
menyuntikan oksitosin).
(29) Setelah
2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari
pusat bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem dari arah
bayi dan memasang klem ke dua 2 cm dari klem pertama ke arah ibu.
(30) Pemotongan
dan pengikatan tali pusat
(a)
Dengan satu tangan, pegang tali
pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan lakukan penguntungan tali
pusat diantara dua klem tersebut.
(b)
Ikat tali pusat dengan benang DTT
atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan
mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
(c)
Lepaskan klem dan masukan dalam
wadah yang telah disediakan.
(31) Letakkan
bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi tengkurap didada
ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada/perut ibu. Usahan kepala
bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting
payudara ibu.
(32) Selimuti
ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi dikepala bayi.
h) Penatalaksanaan Aktif Persalinan Kala III
(33) Memindahkan
klem pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva.
(34) Meletakan
satu tangan diatas kain yang ada di perut ibu, tepat diatas tulang pubis, dan
menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan
uterus, memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.
(35) Setelah
uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain
mendorong uterus ke arah belakang – atas ( dorso – kranial) secara hati-hati
(untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik,
hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya
dan ulangi prosedur diatas.
-
Jika uterus tidak segera
berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi
puting susu.
(36) Lakukan
peneganganan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu
meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan
kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan lahir, (tetap lakukan tekanan
dorso-kranial)
(a) Jika
tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm
dari vulva dan lahirkan plasenta.
(b)
Jika plasenta tidak lepas setelah 15
menit menegangkan tali pusat:
-
Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit
IM
-
Lakukan kateterisasi (aseptik) jika
kandung kemih penuh.
-
Minta keluarga untuk menyiapkan
rujukan.
-
Ulangi penegangna tali pusat 15
menit berikutnya.
-
Jika plasenta tidak lahir dalam 30
menit setelah bayi lahir atau bila terjadi perdarahan, segera lakukan plasenta
manual.
(37) Saat
plasenta terlihat di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan menggunakan ke
dua tangan, pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilih kemudian
lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.
(a)
Jika selaput ketuban robek, pakia
sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian
gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian
selaput yang tertinggal.
(b)
Rangsangan Taktil (Masase) Uterus.
(38) Segera
setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan Masase uterus, meletakan
telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan melingkar dengan
lembut hingga uterus berkontraksi ( Fundus menjadi keras).
-
Lakukan tindakan yang diperlukan
jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik masase.
i)
Menilai
Perdarahan
(39) Memeriksa
kedua sisi placenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput ketuban
lengkap dan utuh. Masukan plesenta kedalam kantung plastik atau tempat khusus.
(40) Mengevaluasi
adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera menjahit laserasi yang mengalami perdarahan
aktif.
-
Bila ada robekan yang menimbulkan
perdarahan aktif segera lakukan penjahitan.
j)
Melakukan
Prosedur Paska Persalinan
(41) Pastikan
uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
(42) Biarkan
bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
(a)
Sebagian besar bayi akan berhasil
melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu 30-60 menit. Menyusu pertama
biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit bayi cukup menyusu dari satu payudara.
(b)
Biarkan bayi berada didada ibu
selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu.
(43) Setelah
1 jam, lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir, beri antibiotika salep mata
pencegahan, dan vit K 1 mg IM di paha kiri anterolateral.
(44) Setelah
1 jam pemberian vit K berikan suntikan imunisasi hepatitis B di paha kanan
anterolateral. Letakan bayi didalam jangkawan ibu agar sewaktu-waktu bisa
disusukan. Letakan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu
1 jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.
k) Evaluasi
(45) Lakukan
pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
(a)
2-3 kali dalam 15 menit pertama
pasca persalinan.
(b)
Setiap 15 menit pada 1 jam pertama
paska persalinan.
(c)
Setiap 20-30 menit pada jam kedua
paska persalinan
(d)
Jika uterus tidak berkontraksi
dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksanaan atonia uteri.
(46) Ajarkan
ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
(47) Evaluasi
dan estimasi jumlah kehilangan darah.
(48) Memeriksakan
nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama paska
persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua paska persalinan.
(a) Memeriksa
temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama paska persalinan.
(b) Melakukan
tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
(49) Periksa
kembali bayi dan pantau setiap 15 menit untuk pastikan bahwa bayi bernapas
dengan baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5-37,5 0C).
(a)
Jika bayi sulit bernapas, merintih
atau retraksi, diresusitasi dan segera merujuk kerumah sakit.
(b)
Jika bayi napas terlalu cepat,
segera dirujuk.
(c)
Jika kaki teraba dingin, pastikan
ruangan hangat. Kembalikan bayi kulit kekulit dengan ibunya dan selimuti ibu
dan bayi dengan satu selimut.
l)
Kebersihan
Dan keamanan
(50) Tempatkan
semua peralatan dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit),
mencuci dan membilas peralatan setelah didekontaminasi.
(51) Buang
bahan – bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah yang sesuai.
(52) Bersihkan
ibu dengan menggunakan air disinfeksi tingkat tinggi. Bersihkan sisa cairan
ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu untuk memakai pakaian yang bersih dan
kering.
(53) Pastikan
bahwa ibu nyaman, membantu ibu memberikan ASI, menganjurkan keluarga untuk
memberikan ibu minuman dan makanan yang diinginkan.
(54) Dekontaminasi
tempat bersalin dengan klorin 0,5% .
(55) Mencelupkan
sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5% membalikan bagian sarung tangan
dalam ke luar dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
(56) Mencuci
kedua tangan dengan sabun dan air yang mengalir.
m) Pendokumentasian
(57) Lengkapi
patograf (Halaman depan dan belakang, periksa tanda vital dan asuhan kala IV). ( APN 2008)
l.
Perbaikan
Robekan Vagina/Perineum
Tujuan menjahit laserasi
atau episiotomy adalah untuk menyatukan kembali jaringan tubuh dan mencegah
kehilangan darah yang tidak perlu (memastikan hemostatis). Depkes RI 2007.
Ada 4 tingkat robekan yang dapat terjadi pada persalinan
:
1)
Robekan tingkay
I yang mengenai mukosa vagina dan jaringan ikat.
2)
Robekan tingkat II mengenai alat-alat dibawahnya.
3)
Robekan tingkat III mengenai sfringter ani.
4)
Robekan tingkat IV mengenai mukosa rektum. (Saifuddin, 2002; hP-.47)
Gambar
3. Laserasi Perineum
a)
Perbaikan
Robekan
a.
Perbaikan robekan tingkat I dan II
Umumnya robekan tingkat I dapat sembuh sendiri, tidak perlu dijahit.
(a)
Kaji ulang prinsip dasar perawatan.
(b)
Berikan dukungan emosional.
(c)
Pastikan tidak ada alergi terhadap lignokain atau
obat-obatan sejenis.
(d)
Periksa vagina, perineum, dan serviks.
(e)
Jika robekan panjang dan dalam, periksa apakah robekan
itu tingkat III atau IV.
(f)
Masukkan jari yang bersarung tangan ke anus.
(g)
Identifikasi tonus dari sfingter.
(h)
Rasakan tonus dari sfingter.
(i)
Ganti sarung tangan.
(j)
Jika sfingter kena, lihat reparasi robekan tingkat III
atau IV.
(k)
Jika sfingter utuh teruskan reparasi.
(l)
Antisepsis di daerah robekan.
(m)
Masukkan jarum pada ujung atau pojok laserasi atau luka
dan dorong masuk sepanjang luka mengikuti garis tempat asikan djarum jahitnya
akan masuk atau keluar.
(n)
Aspirasikan dan kemudian suntikkan sekitar 10 ml
lignokain 0,5 % di bawah mukosa vagina, di bawah kulit perineum, dan pada
otot-otot perineum.
Catatan : Aspirasi untuk meyakinkan suntikkan lignokain tidak masuk dalam
pembuluh darah. Jika ada darah pada aspirasi, pindahkan jarum ketempat lain.
Aspirasi kembali. Kejang dan kematian dapat terjadi jika lignokain di berikan
lewat pembuluh darah.
(o)
Tunggu 2 menit agar anestesi efektif.
b.
Robekan tingkat III dan IV
Jika robekan tingkat III tidak diperbaiki dengan baik,
pasien dapat menderita gangguan defekasi dan flatus. Jika robekan rektum tidak
diperbaiki dapat terjadi infeksi dan fistula rektovaginal:
(Saifuddin,
2002; h.P-47 – P-50)
c.
Metode
Penjahitan
(a) Jahitan terkunci kontinyu
Digunakan untuk menutup
mukosa vagina. Setelah menempatkan satu jahitan dan simpul pertama yang
merupakan pengaman (satu ujung benang pada simpul dipotong pendek, ujung
lainnya dilanjutkan untuk jahitan benang).
(b)
Jahitan putus-putus
Digunakan untuk
memperbaiki otot dalam. Jahitan terputus-putus adalah jahitan tunggal dengan satu satu simpul
(kedua ujung dipotong pendek). Jahitan ini di angkat dari kanan ke kiri dengan
titik masuk dan keluar langsung menyilang satu sama lain.
(c) Jahitan kontinyu
Digunakan untuk menutup
lapisan subkutaneus. Jahitan kontinyu tepat separti jahitan selubung kecuali
bahwa jahitan kontinyu bukan suatu jahitan terkunci. Oleh karena itu, daripada
mempertahankan jahitan sepanjang sisi kiri garis insisi, tahan ke atas
sepanjang sisi jahitan yng sudah di ambil dan di atas tempat jahitan diambil.
(d) Jahitan matras kontinyu
Digunakan untuk jahitan
subkutikular pada episiotomy atau laserasi atau juga dapat digunakan menutup
kulit perineum dalam memperbaiki episiotomy atau laserasi.
(e)
Jahitan
Mahkota
Digunakan untuk menyatukan kembali otot
bulbokavernous. Tujuannya adalah mengurangi celah introitus vagina untuk
memfasilitasi kembalinya tonus otot yang baik dengan cara mendekatkan otot-otot ini.
Gambar 4. Jahitan benang (a) Terkunci
kontinu, (b) Jahitan dalam putus-putus, (c) Tidak terkunci kontinu, (d) Matras (Varney,
2008; h. 1183-1184).
2.
Bayi Baru Lahir
a.
Pengertian
BBL
Bayi
baru lahir normal adalah bayi yang baru lahir dari kehamilan 37 minggu sampai
42 minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai dengan 4000 gram.
Bayi
yang lahir dalam presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat,
pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai 42 minggu, dengan berat badan 2500 –
4000 gram. Nilai apgar ≥ 7 dan tanpa cacat bawaan. Bayi sehat akan menangis
dengan 30 detik bayi mulai bernapas spontan dan warna kulit kemerah-merahan.
b.
Ciri
– Ciri BBL Normal
1)
Berat
badan 2500 – 4000 gram
2)
Panjang
badan lahir 48 – 52 cm
3)
Lingkar
dada 30 – 38 cm
4)
Lingkar
kepala 33 – 35 cm
5)
Bunyi
jantung dalam menit – menit pertama kira – kira 180 X/mnt, kemudian menurun
sampai 100 – 140 X/mnt
6)
Pernafasan
pada menit – menit pertama cepat kira – kira 80 X/mnt, kemudian menurun setelah
tenang kira – kira 40 X/mnt.
7)
Kulit
kemerah – merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup terbentuk dan
diliputi vernix caseosa
8)
Rambut
lanugo telah tidak terlihat, rambut kepala biasannya telah sempurna
9)
Kuku
telah agak panjang dan lemas
10)
Genetalia
: labia mayora sudah menutupi labia minora (pada perempuan), testis sudah turun
pada laki – laki
11)
Reflek
menghisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik
12)
Reflek
moro sudah baik, bayi bila dikagetkan akan memperlihatkan gerakan seperti
memeluk
13)
Graff
reflek sudah baik, apabila diletakan sesuatu benda di atas telapak tangan, bayi
akan menggenggam / adanya gerakan reflek
14)
Eliminasi
baik, urin dan mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium berwarna
hitam kecoklatan (Ita Rahmawati, 2010; h.150)
c.
Apgar
Scor
Penilaian
awal pada bayi baru lahir dapat dilakukan dengan observasi melalui pemeriksaan
nilai APGAR. Penilaian APGAR ini merupakan standar evaluasi untuk bayi baru
lahir, di mana ini dapat mengidentifikasi bayi tersebut membutuhkan tindakan
resusitasi atau tidak. Bayi yang sehat harus mempunyai nilai APGAR 7 – 10 pada
1-5 menit pertama kehidupan.
Table 2.1 Penilaian
APGAR Score
Keterangan :
·
Nilai
8 – 10 :
normal
·
Nilai
5 – 7 : asfiksi
ringan
·
Nilai
4 / lebih rendah :
asfiksi berat
(Rohana,
Reni saswita, marisah, 2011;h.253)
d.
Merawat
Tali Pusat
1)
Memotong
dan mengikat tali pusat
a)
Klem
dan potong tali pusat setelah dua menit setelah bayi lahir. Lakukan terlebih
dahulu penyuntikan oksitosin, sebelum tali pusat di potong.
b)
Tali
pusat dijepit dengan klem DTT pada sekitar 3 cm dari dinding perut (pangkal
pusat) bayi. Dari titik jepitan, tekan tali pusat dengan dua jari kemudian
dorong isi tali pusat ke arah ibu (agar darah tidak terpancar pada saat
dilakukan pemotongan tali pusat). Kemudian jepit (dengan klem kedua) tali pusat
pada bagian yang isinya sudah dikosongkan (sisi ibu), berjarak 2 cm dari tempat
jepitan pertama.
c)
Pegang
tali pusat di antara kedua klem tersebut, satu tangan menjadi landasan tali
pusat sambil melindungi bayi, tangan yang lain memotong tali pusat di antara
kedua klem tersebut dengan menggunakan gunting DTT atau steril.
d)
Ikat
tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan
kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
e)
Lepaskan
klem logam penjepit tali pusat dan masukan ke dalam larutan klorin 0,5 %.
f)
Kemudian
letakan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu untuk IMD dan melakukan kontak
kulit ke kulit di dada ibu minimal dalam 1 jam pertama setelah lahir.
2)
Nasehat
untuk merawat tali pusat
a)
Jangan
membungkus puntung tali pusat atau mengoleskan cairan / bahan apapun ke putung
tali pusat.
b)
Mengoleskan
alkohol atau povidon iodine masih diperkenankan, tetapi tidak dikompreskan
karena menyebabkan tali pusat basah / lembab. (JNPK-KR, 2008; h. 126)
e.
Mekanisme
Kehilangan Panas Tubuh
Bayi baru lahir dapat
kehilangan panas tubuhnya melalui 4 mekanisme yaitu :
1)
Konveksi
Kehilangan
panas dari molekul tubuh / kulit ke udara yang disebabkan perrpindahan udara.
Bayi yang dilahirkan atau ditempatkan di dalam ruangan yang dingin akan cepat
mengalami kehilangan panas. Kehilangan panas juga terjadi jika terjadi aliran
udara dari kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi atau pendingin
ruangan.
2)
Konduksi
Kehilangan
panas dari molekul tubuh ke molekul satu benda yang lebih dingin yang
bersentuhan dengan tubuh. Terjadi jika neonatus di tempatkan pada permukaan
yang dingin dan padat. Meja, tempat tidur atau timbangan yang temperaturnya
lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme
konduksi apabila bayi diletakan di atas benda – benda tersebut.
3)
Radiasi
Kehilangan
panas dalam bentuk gelembung elektronik ke permukaan benda yang tidak
bersentuhan langsung dengan tubuh.
4)
Evaporasi
Kehilangan
panas ke udara ruang dengan cara penguapan air dari permukaan kulit yang basah
atau selaput mukosa.
Gambar 2. 5 Mekanisme Kehilangan Panas pada Bayi Baru
Lahir
(JNPK-KR;
2008; h.123-124)
f.
Bounding
Ettechment
1) Pengertian Bounding Ettechment
Orang tua yang mampu
menciptakan ikatan emosional kuat dengan anak akan lebih mudah membentuk
karakter anak dab mengisinya dengan nilai – nilai baik. Bounding memberikan
rasa aman pada anak yang bisa dipupuk melalui kontak fisik atau juga tatapan
penuh kasih sayang. Seorang ibu membentuk anak lebih bersikap empati dan
memiliki penguasaan diri yang baik sehingga mudah dibentuk dan diberi nilai
nilai yang baik. Lingkungan strees dan penuh dengan tekanan akan mempengaruhi
kepribadian anak. Sebagai hubungan yang unik antara 2 orang yang sifatnya
spesifik dan bertahan seiring berjalannya waktu. Ikatan orang tua terhadap
anaknya dimulai sejak periode kehamilan dan semakin bertambah intensitasnya
pada saat melahirkan.
2) Manfaat bounding attachment bagi
perkembangan bayi adalah
a)
Rasa
percaya diri
Perhatian
dan kasih sayang orang tua yang stabil, menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya
berharga bagi orang lain. Jaminan adanya perhatian orang tua yang stabil,
membuat anak belajar percaya pada orang lain.
b)
Kemampuan
membina hubungan yang hangat
Hubungan
yang diperoleh anak dari orang tua menjadi pelajaran baginya untuk kelak
diterapkan dalam kehidupannya setelah dewasa. Kelekatan yang hangat akan
menjadi tolak ukur dalam membentuk hubungan dengan teman hidup dan sesamanya.
Namun hubungan yang buruk menjadi pengalaman traumatis baginya sehingga
menghalangi kemampuan membina hubungan yang stabil dan harmonis dengan orang
lain.
c)
Mengasihi
sesama dan peduli pada orang lain
Anak
yang tumbuh dalam hubungan kelekatan yang hangat akan memiliki sensitivitas
atau kepekaan yang tinggi terhadap kebutuhan sekitarnya. Dia mempunyai
kepedulian yang tinggi dan kebutuhan untuk membantu kesusahan orang lain.
d)
Disiplin
Kelekatan
hubungan dengan anak, membuat orang tua dapat memahami anak sehingga lebih
mudah memberikan arahan secara lebih proporsional, empati, penuh kesabaran, dan
pengertian
yang dalam. Anak juga akan belajar mengembangkan kesadaran diri dari sikap
orang tua yang menghargai anak. Sikap menghukum hanya akan menyakiti harga diri
anak dan tidak mendorong keesadaran diri. Anak patuh karena takut.
e)
Pertumbuhan
intelektual dan psikologis
Bentuk
kelekatan yang terjalin kelak akan mempengaruhi pertumbuhan fisik, intelektual
dan kognitif serta perkembangan psikologis anak.
Menurut
varney (1997), kontak dini sesaat setelah melahirkan dapat dilakukan dengan
cara meletakan bayi di atas perut ibu sehingga ibu dapat langsung menyentuh bayinya.
Ikatan
ibu dan bayinya diperkuat melalui penggunaan respons sensual atau kemampuan
orang, meliputi hal – hal berikut :
a)
Sentuhan
Sentuhan merupakan suatu
sarana yang digunakan orang tua untuk mengenali bayinya. Ibu akan meraih
bayinya, memeluknya, kemudian memulai eksplorasi dengan ujung jarinya dan
telapak tangannya untuk membelai bayinya. Gerakan – gerakan lembut dari ibu
atau ayah dapat menenangkan bayi.
b)
Kontak
mata
Dalam mengembangkan suatu
hubungan dengan orang lain, bayi memiliki kemampuan untuk mengadakan kontak
mata (Matteson, 2001). Bayi dapat melihat dan mengikuti benda yang bergerak
dengan jarak optimal 10-12 inci. Kontak mata cukup berarti dalam interaksi
antara orang tua dan bayinya. Interaksi tersebut dapat dibangun dengan cara –
cara sebagai berikut :
(1)
Orang
tua menghabiskan waktu yang lama bersama bayinya untuk membuat bayi membuka
matanya dan melihatnya
(2)
Memosisikan
bayi baru lahir cukup dekat agar bayi dapat melihat orang tuanya
c)
Suara
saat orang tua berbicara dengan bayinya. Orang tua berbicara dengan nada yang
lebih tinggi dapat membuat bayi akan merasa senang dan lebih tenang kemudian
berpaling kearahnya.
d)
Aroma
bayi dapat belajar dengan
cepat untuk dapat mengenali aroma susu ibunya.
e)
Entrainment
Bayi bergerak sesuai
struktur pembicaraan orang dewasa. Gerakan tersebut seperti : menggerakan
tangan, mengangkat kepala, menendang kaki, dan mengikuti nada suara orang
tuanya
Bounding
attachment dapat dilakukan sesaat setelah persalinan. Bayi akan diletakan di
perut ibu sesaat setelah dilahirkan agar ibu dan bayi dapat saling merasakan,
membaui, dan menyentuh. Riset membuktikan bahwa ikatan yang kuat dimulai sejak
menit – menit atau jam – jam pertama sesudah kelahiran. Peranan ibu dan suami
sangat diperlukan dalam pembentukan bounding attachment ini.
Tanda
kelekatan yang positif antara orang tua dan bayi antara lain sebagai berikut :
a) Memegang bayi ketika memberi makanan
b) Menjalin kontak mata dengan bayi
c) Berbicara dan bersenandung pada bayi
d) Mengenali karekteristik fisik untuk
mengagumi bayinya
e) Mengartikan tingkah laku, di antaranya
reflek grasp (memegang ke jari)
f)
Memperkenalkan
bayi dengan namanya
g) Tidak bingung dengan kotorannya
h) Membelai dan memijat bayi agar bayi
diam dan tenang (Rohani, Reni saswita,
Marisah, 2011; h.256)
g.
Inisiasi
Menyusui Dini / IMD
Prinsip menyusui / pemberian ASI adalah dimulai sedini mungkin dan
secara eksklusif. Segera setelah bayi lahir dan tali pusat diikat,
letakan bayi tengkurap di dada ibu dengan kulit bersentuhan langsung ke kulit
ibu. Biarkan kontak kulit ke kulit ini berlangsung setidaknya 1 jam atau lebih,
bahkan sampai bayi dapat menyusui sendiri apabila sebelumnya tidak berhasil.
Bayi diberi topi dan diselimuti. Ayah atau keluarga dapat memberi dukungan dan
membantu ibu selama proses ini. Ibu diberi dukungan ukntuk mengenali saat bayi
siap untuk menyusui dan menolong bayi bila diperlukan.
Langkah
– langkah Inisiasi Menyusui Dini :
1)
Menganjurkan
suami untuk mendampingi ibu saat bersalin
2)
Menganjurkan
tindakan nonfarmakologik (pijat, aroma terapi, cairan, dll)
3)
Memberikan
posisi ibu senyaman mungkin
4)
Melaaakukan
kontak kulit
5)
Membiarkan
bayi mencari puting ibu
6)
Teruskan
kontak kulit hinggaterjadi IMD
7)
Menganjurkan
kontak kulit bagi ibu post oprasi
8)
Timbang
bayi
9)
Tidak
memberikan makanan pralaktal kecuali ada indikasi
10)
Tanda
– tanda bayi siap menyusui : bergerak ke arah puting, menggerak – gerakan
kepala ke arah puting, sentuhan tangan bayi, lidah menjilat – jilat, gerakan
menghisap. (JNPK-KR, 2008;h.127)
h.
Managemen
Bayi Baru Lahir Normal
1)
Penilaian
a)
Bayi
cukup bulan
b)
Air
ketuban jernih tidak tercampur mekonium
c)
Bayi
menangis atau bernafas
d)
Tonus
otot bayi baik
2)
Asuhan
bayi baru lahir
a)
Jaga
kehangatan
b)
Bersihkan
jalan nafas (bila perlu)
c)
Keringkan
dan tetap jaga kehangatan
d)
Potong
dan ikat tali pusat tanpa membubuhi apapun, kira – kira 2 menit setelah lahir.
e)
Lakukan
inisiasi menyusui dini dan kontak kulit bayi dengan kulit ibu.
f)
Beri
salep mata antibiotika tetrasiklin 1 % padaa kedua mataberi suntikan vitamin K
1 mg intramuskular, di paha kiri anterolateral setelah inisiasi menyusui dini.
g)
Beri
imunisasi Hepatitis B ml intramuskular, di paha kanan anterolateral diberikan
kira – kira 1 – 2 jam setelahpemberian vitamin K. (APN, 2010.h;122)
3.
Lilitan
Tali Pusat
a.
Pengertian
Lilitan
tali pusat adalah tali pusat yang membentuk lilitan sekitar badan janin, bahu,
tungkai atas/ bawah dan leher. Lilitan tali pusat terjadi karena gerak janin
yang berlebihan, tali pusat yang panjang, janin kecil dan polihidramnion.
Lilitan tali pusat bisa terjadi dimana saja dari tubuh janin, tetapi yang sering
terjadi adalah di bagian leher (nuchal cord). Jumlah lilitan bisa sekali
(terjadi pada 21,3 % kehamilan) atau lebih dari sekali lilitan (terjadi pada
3,4 % kehamilan). Lilitan tali pusat dapat menimbulkan bradikardia dan hipoksia
janin, dan bila jumlah lilitan lebih dari sekali akan meningkatkan mortalitas
perinatal. Lilitan tali pusat yang erat menyebabkan gangguan (kompresi) pada
pembuluh darah umbilical, dan bila berlangsung lama akan menyebabkan hipoksia
janin.
Dalam masa kehamilan janin bebas
bergerak dalam cairan amnion, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya berjalan
dengan baik. Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang panjang
besar kemungkinan dapat terjadi lilitan tali pusat. Keadaan ini dijumpai pada
air ketuban yang berlebihan, tali pusat yang panjang dan bayinya yang kecil.
Tali pusat dapat diketahui lewat pemeriksaan USG, lilitan tali pusat tidak bisa
dilepas tetapi dipantau dan memberi tahu ibu. Sebenarnya lilitan tali pusat
tidaklah terlalu membahayakan namun menjadi bahaya ketika memasuki proses
persalinan dan terjadi kontraksi rahim (mules) dan kepala janin turun memasuki
saluran persalinan. Lilitan tali pusat bisa menjadi semakin erat dan
menyebabkan penurunan utero-plasenta, juga menyebabkan penekanan/kompresi pada
pembuluh-pembuluh darah tali pusat. Akibatnya suplai darah yang mengandung
oksigen dan zat makanan ke bayi menjadi terganggu. Lilitan tali pusat di
leherpun tidak harus berujung sesar, tetapi proses persalinan dipantau ketat
pada kala I dan observasi denyut jantung. Bila denyut jantung terganggu,
persalinan diakhiri dengan bedah sesar, karena jika dipaksa lahir dengan normal
bisa berdampak buruk pada janin.
b.
Etiologi
Penyebab
lilitan tali pusat adalah :
1) Polihidramnion
Jumlah
air ketuban melebihi 2000 cc. Pada usia kehamilan sebelum 8 bulan umumnya
kepala janin belum memasuki bagian atas panggul. Pada saat itu ukuran bayi
relative kecil dan jumlah air ketuban berlebihan, kemungkinan bayi terlilit
tali pusat.
2) Tali pusat yang panjang
Tali pusat dikatakan panjang jika
melebihi 100 cm dan dikatakan pendek jika kurang dari 30 cm. Tali pusat yang
panjang menyebabkan bayi terlilit. Panjang tali pusat rata-rata 50-60 cm, namun
tiap bayi mempunyai tali pusat yang berbeda-beda.
c. Tanda-tanda bayi terlilit tali
pusat
1)
Pada
bayi dengan umur kehamilan dari 34 minggu namun bagian terendah janin
(kepala/bokong) belum memasuki bagian atas rongga panggul.
2)
Pada
janin letak sungsang/lintang yang menetap meskipun telah dilakukan usaha
memutar janin (versi luar/ knee chest position) perlu dicurigai pada adanya
lilitan tali pusat.
3)
Tanda
penurunan DJJ dibawah normal, terutama pada saat kontraksi.
d. Penyebab Bayi Meninggal Karena Lali
Pusat.
1) Puntiran tali pusat secara
berulang-ulang ke satu arah. Biasanya terjadi pada trimester satu dan dua . Ini
mengakibatkan arus darah dari ibu ke janin melalui tali pusat terhambat total.
Karena dalam usia kehamilan umumnya bayi bergerak bebas.
2) Lilitan tali pusat pada bayi
terlalu erat sampai dua atau tiga lilitan, hal tersebut menyebabkan kompresi
tali pusat sehingga janin mengalami hipoksia/kekurangan oksigen.
e. Akibat pada Ibu dan Bayi
1) Pada ibu dapat terjadi persalinan
lama : merupakan persalinan yang berjalan lebih dari 24 jam untuk primigravida
atau 18 jam untuk multigravida.
2) Pada bayi dapat terjadi hipoksia
yang menyebabkan terjadinya asfiksia, dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir.
f.
Penatalaksanaan
1) Melalui pemeriksaan teratur dengan
bantuan USG untuk melihat apakah ada gambaran tali pusat disekitar leher. Namun
tidak dapat dipastikan sepenuhnya bahwa tali pusat tersebut melilit leher
janin/tidak. Apalagi untuk erat/tidaknya lilitan. Namun dengan USG berwarna
(Coller Doppen) atau USG tiga dimensi dan dapat lebih memastikan tali pusat
tersebut melilit/tidak dileher atau sekitar tubuh yang lain pada janin, serta
menilai erat tidaknya lilitan tersebut.
2) Memberikan oksigen pada ibu dalam
posisi miring. Namun, bila persalinan masih akan berlangsung lama dengan DJJ
semakin lambat (bradikardia), persalinan harus segera diakhiri dengan operasi
Caesar.
3) Jika tali pusat melilit longgar di
leher bayi, melepaskan melewati kepala bayi namun jika tali pusat melilit erat
dileher dengan menjepit tali pusat dengan klem di dua tempat, kemudian memotong
diantaranya, kemudian melahirkan bayi dengan segera. Dalam situasi terpaksa
bidan dapat melakukan pemotongan tali pusat pada waktu pertolongan persalinan
bayi.
4. Partograf
a.
Penggunaan
Partograf
Partograf
adalah alat bantu yang bantu yang digunakan selama fase aktif persalinan.
Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:
1)
Mencatat
hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks
melalui pemeriksaan dalam.
2)
Mendeteksi
apakah persalinan berjalan secara normal atau tidak.
Partograf
dapat digunakan:
a) Untuk ibu dalam fase aktif kala I
persalinan sebagai elemen penting asuhan persalinan
b) Selama persalinan dan kelahiran di
semua tempat (rumah, puskesmas, Klinik, Bidan, swasta, Rumah Sakit)
c) Semua penolong persalinan yang
memberikan asuhan kepada ibu selama persalinan dan kelahiran.
Jika digunakan secara
tepat dan konsisten maka partograf akan membantu penolong persalinan untuk :
a) Mencatat kemajuan persalinan
b) Mencatat kondisi ibu dan janin
c) Mencatat asuhan yang diberikan selama
persalinan dan kelahiran
d) Menggunakan informasi yang tercatat
untuk secara dini mengidentifikasi adanya penyakit
e) Menggunakan informasi yang informasi
yang ada untuk membuat keputusan klinik yang sesuai dan tepat waktu.
Tabel 2.2 Frekuensi
minimal pemeriksaan dan intervensi persalinan normal
(Yanti, 2010; h. 108-109)
b.
Bagian-Bagian
Partograf
1)
Informasi
tentang ibu:
a)
Nomor
pendaftaran, nomor puskesmas
b)
Nama
dan umur ibu
c)
Keterangan
mengenai jumlah gravida
para dan abortus (GPA)
d)
Tanngal
/ jam kedatangan ibu
e)
Keadaan
ketuban, waktu pecahnya ketuban
f)
His
ada atau tidak
2)
Kondisi
janin
a)
Denyut
jantung janin (DJJ)
b)
Warna
dan adanya air ketuban
c)
Penyusupan
(molase) kepala janin
d)
Pembukaan
serviks
e)
Penurunan
bagian terbawah janin atau presentasi janin
f)
Garis
waspada dan garis bertindak.
3)
Jam
dan waktu :
a)
Waktu
mulainya fase aktif persalinan
b)
Waktu
actual saat pemeriksaan atau prsalinan
4)
Kontraksi
uterus : frekuensi dan lamanya
5)
Obat-obatan
dan cairan yang diberikan:
a)
Oksitosin
b)
Obat-obatan
lainnya dan cairan IV yang diberikan
6)
Kondisi
ibu
a)
Nadi,
tekanan darah dan temperature tubuh
b)
Urine
(volume, aseton, dan protein)
c.
Mencatat
temuan pada partograf
1) Informasi tentang ibu
2) Keselamatan dan kenyamanan janin
a) Denyut jantung janin (DJJ)
b) Warna dan adanya air ketuban, lambang-lambang yang sering digunakan :
U : Ketuban utuh (belum pecah)
J : Ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
M : Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
mekonium
D : Ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
darah
K : Ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban
(kering)
c) Molase (penyusupan kepala janin)
Penyusupan
adalah indicator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat menyesuaikan
diri dengan bagian atas panggul ibu.
Lambang-lambang
yang digunakan :
0 : Tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura
dengan mudah di palpasi
1 : Tulang-tulang kepala janin tumpang tindih,
tetapi masih dapat di pisahkan
2 : Tulang-tulang kepala kapala janin hanya saling
bersentuhan
3 : Tulang-tulang kepala janin tumpang tindih tidak dapat dipisahkan
3)
Kemajuan
persalinan
a)
Pembukaan
serviks
Nilai dan catat pembukaan
serviks setiap 4 jam, bila ada tanda-tanda penyulit dilakukan
lebih sering.
b)
Penurunan
bagian terbawah/presentasi janin setiap kali melakukan pemeriksaan dalam (tiap
4 jam ) atau lebih sering kali ada tanda-tanda penyulit, nilai dan catat
turunnya bagian terbawah atau presentasi janin.
c)
Garis
waspada/garis bertindak
Pencatatan fase aktif
persalinan harus dimulai dari garis waspada.Jika pembukaan serviks mengarah ke
sebelah kanan garis waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per jam) maka harus
dipertimbangkan adanya penyulit (misal : fase aktif yang memanjang, macet). Pertimbangkan pula adanya tindakan intervensi yang diperlukan misalnya persiapan
rujukan ke fasilitas kesehatan.
d)
Jam
dan waktu
-
Waktu
mulainya fase aktif persalinan
Dibagian
bawah partograf (pembukaan servik dan penurunan) tertera kotak – kotak yang di beri
angka 1-16. Setiap kotak
menyatakan waktu satu jam sejak dimulainya persalinan.
-
Waktu
aktual saat
pemeriksaan di lakukan
Dibawah
lajur kotak yaitu waktu mulainya fase aktif, tertera kotak-kotak untuk mencatat waktu aktual saat pemeriksaan
dilakukan.
e)
Kontraksi
uterus
menyatakan
kontraksi yang lamanya < 20 detik
4)
Obat-obatan
dan caiaran yang diberikan
a)
Oksitosin
Jika tetesan
(drip)oksitosin sudah mulai, didokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit
oksitosin yang diberikan per volume caiaran IV dan dalam saluran tetesan per
menit.
b)
Obat-obatan
lain dan cairan IV
Catat semua pemberian obat-obatan tambahan atau cairan IV dalam
kotak yang sesuai dengan kolom waktunya.
5)
Kesehatan
dan kenyamanan ibu
a)
Nadi,
tekanan darah dan temperature tubuh
-
Nilai
dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase persalinan (lebih sering jika
dicurigai adanya penyulit).
-
Nilai
dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif persalinan (lebih
sering jika dianggap adanya penyulit).
-
Nilai
dan catat temperature tubuh ibu (lebih sering jika meningkat atau dianggap
adanya penyulit) setiap 2 jam.
b)
Volume
urine, protein dan aseton.
Ukur dan catat jumlah
produksi urine ibu tiap 2-4
jam (setiap kali ibu berkemih), Jika memungkinkan setiap kali ibu berkemih,
lakukan pemeriksaan adanya aseton atau protein urine.(Yanti, 2010; h. 110-119)
B.
Konsep Dasar Manajemen Kebidanan
Proses
manajemen kebidanan menurut Helen Varney (1997)
1.
Pengertian
Manajemen Kebidanan
Manajemen
Kebidanan adalah pendekatan yang
digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara
sistematis mulai dari pengkajian, analis data, diagnosis kebidanan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Muslihatun, Mufdlilah dan
Nanik, 2009)
2.
Langkah-langkah Manajemen Kebidanan
a.
Pengumpulan
data dasar
Langkah
ini dilakukan dengan melakukan pengkajian melalui proses pengumpulan data yang
diperlukan untuk mengevaluasi keadaan pasien secara lengkap seperti riwayat
kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan, peninjauan catatan
terbaru atau catatan sebelumnya, data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil studi. Semua data dikumpulkan
dari semua sumber yang berhubungan dengan kondisi pasien.
b. Interpretasi data dasar
Langkah
ini dilakukan dengan mengidentifikasi data secara benar terhadap diagnosis atau
masalah kebutuhan pasien. Masalah
atau diagnosis yang spesifik dapat ditemukan berdasarkan interpretasi yang
benar terhadap data dasar.
c. Identifikasi diagnosis atau masalah
potensial
Langkah
ini dilakukan dengan mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial yang
lain berdasarkan beberapa masalah dan diagnosis yang sudah diidentifikasi.
Langkah ini membutuhkan antisipasi yang cukup dan apabila memungkinkan
dilakukan proses pencegahan atau dalam kondisi tertentu pasien membutuhkan
tindakan segera.
d. Identifikasi dan penetapan kebutuhan
yang memerlukan penanganan segera
Tahap
ini dilakukan oleh bidan dengan melakukan identifikasi dan menetapkan beberapa
kebutuhan setelah diagnosis dan masalah ditegakan. Kegiatan bidan pada tahap
ini adalah konsultasi, kolaborasi, dan melakukan rujukan.
e. Perencanaan asuhan secara menyeluruh
Dalam
Proses perencanaan asuhan secara menyeluruh juga dilakukan identifikasi
beberapa data yang tidak lengkap agar pelaksanaan secara menyeluruh dapat
berhasil.
f. Pelaksanaan perencanaan
Tahap
ini merupakan tahap pelaksanaan dari semua rencana sebelumnya, baik terhadap
masalah pasien maupun diagnosis yang ditegakkan. Pelaksanaan ini dapat
dilakukan oleh bidan secara mandiri maupun berkolaborasi dengan tim kesehatan
lainnya.
g. Evaluasi
Merupakan
tahap terakhir dalam manejemen kebidanan, yakni dengan melakukan evaluasi dari
perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan bidan.
(Moh.Wildan dan
A.A Hidayat, 2008; h.
36-39)
3. Penerapan manajemen kebidanan pada ibu
bersalin dengan Lilitan
Tali Pusat
a.
Langkah
I : Pengumpulan data dasar
1) Data subyektif ialah Data yang
diperoleh langsung dari pasien/klien (anamnesis) atau keluarga dan tenaga kesehatan (allo anamnesis) (Moh.Wildan
dan A.A Hidayat, 2008).
a)
Biodata
mencakup identitas pasien
(1)
Nama
Selain sebagai
identitas, upayakan agar bidan memanggil dengan nama panggilan sehingga
hubungan komunikasi antara bidan dan pasien menjadi lebih akrab.
(2)
Agama
Sebagai dasar bidan dalam memberikan
dukungan mental dan spiritual terhadap pasien dan keluarga sebelum dan saat
persalinan.
(3)
Umur
Data ini ditanyakan untuk menentukan
apakah ibu dalam persalinan beresiko karena usia ataukah tidak.
(4)
Pendidikan
Terakhir
Sebagai dasar bidan untuk menentukan
metode yang tepat dalam penyampaian informasi mengenai teknik melahirkan.
Tingkat pendidikan ini akan sangat mempengaruhi daya tangkap dan tanggap pasien
terhadap instruksi yang diberikan bidan pada proses persalinan.
(5)
Pekerjaan
Data ini
menggambarkan tingkat sosial ekonomi, pola sosialisasi dan data pendukung dalam
menentukan pola komunikasi yang akan dipilih selama asuhan.
(6)
Suku/bangsa
Data ini
berhubungan dengan sosial budaya yang dianut oleh pasien dan keluarga yang berkaitan
dengan persalinan.
(7)
Alamat
Selain
sebagai data mengenai distribusi lokasi pasien, data ini juga memberi gambaran
mengenai jarak dan waktu yang di tempuh pasien menuju lokasi persalinan.
(Ari
Sulistyawati dan Esty, 2010;
h. 220-221).
b)
Alasan
datang
Dikaji
untuk mengetahui alasan ibu datang ketempat layanan kesehatan.
c)
Keluhan
utama
Untuk
mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan masa persalinan,
misalnya kapan mulai terasa ada kenceng-kenceng di perut, bagaimana intensitasnya dan frekuensinya,
apakah ada pengeluaran cairan dari vagina yang berbeda dari air kemih, apakah
sudah ada pengeluaran lendir yang disertai darah, serta pergerakan janin untuk
memastikan kesejahterahannya (Ari Sulistyawati dan Esty, 2010; h. 221).
d)
Riwayat
kesehatan
(1)
Riwayat
kesehatan yang lalu
Data
ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau penyakit akut,
kronis seperti : jantung, DM, Hipertensi, Asma yang dapat mempengaruhi pada
masa persalinan.
(2)
Riwayat
kesehatan sekarang
Data-data ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya penyakit yang diderita pada saat ini yang ada hubungannya
dengan persalinan sekarang.
(3)
Riwayat
kesehatan keluarga
Data
ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan
pasien dan bayinya, yaitu apabila ada penyakit keluarga yang menyertainya.
e)
Riwayat
Perkawinan
Yang
perlu dikaji adalah berapa kali menikah, status menikah syah atau tidak, karena
bila melahirkan tanpa status yang jelas akan berkaitan dengan psikologisnya
(Ambarwati dan Wulandari,
2008; h. 133).
f)
Riwayat
obstetric
(1)
Riwayat
haid
(a)
Umur
menarche
(b)
Siklus
menstruasi
(c)
Teratur
atau tidak menstruasinya
(d)
Lama
menstruasi
(e)
Estimasi
banyaknya darah, kurang lebih 2-3 pembalut/hari, 1 pembalut besar penuh kurang
lebih 100 cc, 1 pembalut kecil penuh kurang lebih 30-50 cc.
(f)
Warna
darah, normalnya merah tua
(g)
Keluhan
saat haid : pernah dismenorhea atau tidak, menderita pre menstruasi syndrome
atau tidak.
(h)
Flour
albus, pada wanita normal terjadi sebelum dan sesudah haid, tidak berwarna,
tidak berbau, tidak gatal, jumlah sedikit.
(i)
Hari
pertama haid terakhir untuk
menentukan umur kehamilan. (Ika
Pantikawati dan Saryono, 2010; h. 115)
(2)
Riwayat
kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
Berapa
kali ibu hamil, apakah pernah abortus, jumlah anak, cara persalinan yang lalu,
penolong persalinan, keadaan nifas yang lalu (Ambarwati dan Wulandari, 2008; h. 134).
(3)
Riwayat
kehamilan sekarang
Hal
– hal yang perlu dikaji, antara lain :
(a) Umur kehamilan
(b)
ANC
berapa kali, dimana, mendapatkan therapy, penyulit, keluhan
(c)
Imunisasi
TT sudah atau belum (berapa kali)
(d)
Ada
kebiasaan – kebiasaan waktu hamil sekarang
-
Cara
memasak (berpengaruh terhadap kadar gizi ibu)
-
Minum
jamu, merokok atau minum obat-obatan
tertentu. (Sulistyawati
dan Esty, 2010, h. 222)
g)
Riwayat
KB
Dikaji
untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan kontrasepsi jenis apa,
berapa lama, adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi serta rencana KB
setelah persalinan (Ambarwati dan Wulandari,
2008; h. 134).
h)
Riwayat
medis
Apakah ibu mengalami sakit
kepala dan nyeri epigastrium dan riwayat penyakit lainya yang perlu ditanyakan
adalah ibu mempunyai penyakit jantung, paru-paru, pernafasan, karena hal untuk
mendeteksi adanya komplikasi pada persalinan (Rohani, 2011 ; h.82)
i)
Pola
pemenuhan sehari-hari
(1)
Pola
nutrisi
Pola
makan : kapan atau jam
berapa terakhir kali makan, makanan yang dimakan, jumlah makanan yang dimakan (Ari sulistyawati dan Esty, 2010; h.221).
Pola
minum : Kapan terakhir
kali minum, berapa banyak yang diminum, Apa yang diminum (Ari sulistyawati dan Esty, 2010; h.221).
(2)
Pola
istirahat
Dikaji
untuk mengetahui kapan terakhir tidur, berapa lama, aktivitas sehari-hari (Ari sulistyawati dan Esty, 2010; h.224).
(3)
Pola
eliminasi
Menggambarkan
pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air besar meliputi frekuensi, jumlah,
konsistensi dan bau serta kebiasaan buang air kecil meliputi frekuensi, warna,
jumlah.
(Ambarwati dan Wulandari, 2008, h. 136).
(4)
Pola
aktivitas
Memberikan
gambaran tentang seberapa berat aktivitas yang biasa dilakukan pasien dirumah.
Jika di akhir kehamilan pasien melakukan aktivitas yang terlalu berat di
khawatirkan pasien akan merasa kelelahan sampai akhirnya dapat menimbulkan
penyulit pada masa persalinan.(Ari sulistyawati dan Esty, 2010; h. 224).
(5)
Pola
seksual
Dikaji
untuk mengetahui keluhan, frekuensi, kapan terakhir melakukan hubungan
seksual. (Ari
sulistyawati dan Esty, 2010; 224)
(6)
Pola
personal hygiene
Data
ini perlu dikaji karena akan sangat beerkaitan dengan kenyamanan pasien dalam
menjalani proses persalinan. Pertanyaan yang diajukan biasanya, kapan terakhir
mandi, keramas, gosok gigi, ganti baju dan pakaian dalam (Ari sulistyawati dan Esty, 2010; h. 224).
j)
Pola
psiko sosio spiritual ekonomi
(1)
Tanggapan
ibu terhadap persalinannya saat ini
Menanyakan
langsung pada pasien mengenai bagaimana perasannya terhadap kehamilan dan
kelahirannya.
(2)
Tanggapan
keluarga terhadap persalinan saat ini
Mengetahui
respon keluarga terhadap persalinan karena respon yang positif dari keluarga
terhadap persalinan akan mempercepat proses adaptasi pasien menerima peran dan
kondisinya.
(3)
Penyelesaian
masalah
Dikaji
untuk mengetahui seberapa jauh ibu mampu menyelesaikan masalahnya di dalam keluarga dan dengan siapa ibu
merundingkan masalahnya.
(4)
Pengambilan
keputusan
Dikaji
untuk mangetahui siapakah pengambil keputusan utama dan kedua dalam keluarga
ibu.
(5)
Ketaatan
beribadah
Dikaji
untuk mengetahui apakah ibu taat dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama
yang ibu dianut.
(6)
Lingkungan
yang berpengaruh
Dikaji
untuk mengetahui ibu tinggal dengan siapa saat ini dan apakah selama ini ibu
mempunyai hewan peliharaan.
(7)
Tingkat
ekonomi
Dikaji
untuk mengetahui apakah penghasilan ibu dan keluarga mampu untuk mencukupi
biaya hidup keluarga dan keadaan rumah tempat tinggal ibu saat ini.
(8)
Pengetahuan
ibu tentang persalinan
Dikaji
untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang persalinan (Ari sulistyawati dan Esty, 2010; h. 225)
2) Data Obyektif adalah data yang
dikumpulkan guna melengkapi data untuk menegakkan diagnosis. Bidan melakukan
pengkajian data obyektif melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi,
perkusi, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan secara berurutan (Ary Sulistyawati
dan Esty, 2010; h. 226)
a)
Pemeriksaan
umum
Mengetahui
keadaan umum ibu, tingkat kesadaran, tanda-tanda vital yang terdiri dari tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan, berat badan ibu,
tinggi badan ibu, lingkar lengan atas ibu (Ary Sulistyawati dan Esty, 2010; h.
226). Kenaikan atau penurunan tekanan darah merupaka indikasi adnya gangguan
hipertensi dalam kehamilan atau syok. Peningkatan suhu menunjukan adanya proses
infeksi, syok atau dehidrasi. Peningkatan frekuensi pernafasan dapat menunjukan
adanya syok (Rohani, 2011; h.83)
b)
Status
present
Dilakukan
pemeriksaan head to toe ( Ary Sulistyawati dan Esty, 2010; h. 226-228) :
(1)
Kepala
: Bagaimana
bentuk kepala ibu, kulit kepala bersih atau tidak, apakah rambut rontok atau
tidak, ketombe.
(2)
Muka
: Apakah terlihat pucat atau tidak
(3)
Mata
: Apakah konjungtiva pucat atau tidak, apakah skera ikterik atau
tidak
(4)
Hidung
: Apakah
hidung bersih, secret, polip.
(5)
Telinga
: Apakah
simetris atau tidak, terdapat serumen atau tidak.
(6)
Mulut
: Bibir pucat atau tidak, lembab atau kering, terdapat stomatitis
dan caries dentist atau tidak, lidah kotor atau tidak, mulut bau aseton atau
tidak.
(7)
Leher :
Apakah ada pembesaran kelenjar tiroid atau tidak, pembesaran vena
jugularis.
(8)
Dada : Apakah simetris atau tidak, terdapat retraksi dinding dada atau tidak, pernafasan
dada bagaimana.
(9)
Mammae : Apakah
terdapat benjolan di daerah mammae atau tidak, terdapat retraksi/dimpling
(menunjukkan adanya keganasan)
(10) Abdomen : Apakah
ada bekas operasi atau tidak, Tanda bekas operasi digunakan untuk melihat
apakah ibu pernah mengalami SC atau tidak, sehingga dapat ditentukan tindakan
selanjutnya (Rohani 2011; h.84), apakah ada pembesaran hati, limpa atau tidak,
nyeri tekan atau tidak.
(11) Punggung : Apakah bentuk punggung lordosis atau tidak.
(12) Genetalia : Kebersihan
bagaimana, apakah ada varises, apakah ada odema.
(13) Ekstremitas :
(a) Ekstrematas atas : kuku
pucat atau tidak, gerakan bagaimana, jumlah jari lengkap, odema atau tidak.
(b) Ekstremitas bawah : kuku pucat atau tidak,
reflek patella positif atau tidak, varises atau tidak, odema atau tidak.
(14) Anus : Kebersihan
bagaimana, adakah hemoroid.
c)
Status
obstetric :
(1)
Pemeriksaan
Inspeksi
(a) Muka : Apakah ada cloasma gravidarum.
(b)
Payudara : Hyperpigmentasi, putting datar
/ masuk / menonjol, payudara
membembesar.
(c) Abdomen : Apakah ada stiae livid, stiae albikan
atau tidak, apakah ada linea nigra/tidak.
(d) Genetalia :Apakah ada pengeluaran pervaginam.
(2)
Pemeriksaan
palpasi
(a)
Muka
: Apakah terdapat odema
pada muka atau tidak.
(b)
Payudara : Kolostrom sudah keluar
atau belum.
(c)
Abdomen
:
-
Leopold
I : Untuk menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin yang dibagian
fundus. TFU diukur dengan menggunakan jari.
-
Leopold
II : Untuk menentukan apakah bagian punggung
yang terletak dikiri atau dikanan perut ibu dan juga bagian-bagian kecil dari janin.
-
Leopold
III : Untuk menentukan bagian
terbawah janin.
-
Leopold
IV : Untuk menentukan apakah bagian terbawah janin sudah masuk panggul atau
belum, divergen atau konvergen.
-
TFU : Tinggi Fundus Uteri (berapa cm manurut MC
Donald)
-
TBJ
:Untuk menafsirkan berat janin dalam kandungan, menurut Johnson-Tausak adalah :
·
TBJ
: (panjang fundus dalam cm – 12 ) x 155 bila bagian janin belum masuk PAP
·
TBJ
: (panjang fundus dalam – 11 ) x 155 bila bagian janin sudah masuk PAP
(d)
Genetalia
: Dilihat adakah udema dan varises pada vagina atau tidak.
(3)
Pemeriksaan
auskultasi
Dilakukan
untuk mengetahui denyut jantung janin apakah normal atau tidak, DJJ dihitung 1
menit penuh, iramanya.
(4)
Pemeriksaan
penunjang
Dikaji
apakah dilakukan pemeriksaan laboratorim seperti Hb, golongan darah, urine,
USG.
(5)
Data
penunjang
Semua
hal yang di dapat dari memindah Rekam Medik.
b.
Langkah
II : Interpretasi data dasar
Mengidentifikasi
diagnosa kebidanan dan masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Dalam
langkah ini data yang telah dikumpulkan di interpretasikan menjadi diagnosa
kebidanan dan masalah. Keduanya digunakan karena beberapa masalah tidak dapat
diselesaikan separti diagnose tetapi membutuhkan penanganan yang di tuangkan
dalam rencana asuhan terhadap pasien, masalah sering berkaitan dengan wanita
yang diidentifikasikan oleh bidan (Ambarwati dan Wulandari, 2008; h. 141)
1) Diagnosa
kebidanan
Dalam bagian ini
yang disimpulkan bidan antara lain:
a)
Paritas
Paritas adalah
riwayat reproduksi seorang wanita yang berkaitan dengan kehamilannya (jumlah
kehamilan), dibedakan menjadi primigravida (hamil pertama kali) dan
multigravida (hamil kedua atau lebih).
b)
Usia kehamilan (dalam minggu)
c)
Kala dan fase persalinan
d)
Keadaan janin
e)
Normal atau tidak normal
(Ari Sulistyawati
dan Esty, 2010; h.228-229)
2) Masalah
Dalam asuhan kebidanan istilah
”masalah” dan ”diagnosis” dipakai keduanya karena beberapa masalah tidak dapat
didefinisikan sebagai diagnosis, tetapi perlu dipertimbangkan untuk membuat
rencana yang menyeluruh. Masalah sering berhubungan dengan bagaimana pasien
menghadapi kenyataan terhadap diagnosisnya (Ari Sulistyawati dan Esty, 2010; h.229)
3)
Kebutuhan
Dalam bagaimana menentukan kebutuhan
pasien berdasarkan keadaan dan masalahnya (Ari Sulistyawati dan Esty, 2010; h.229)
c. Langkah
III : Mengidentifikasi diagnosa / masalah potensial dan mengantisipasi penanganannya.
Mengidentifikasi diagnosa atau
masalah potensial yang mungkin akan terjadi.Pada langkah ini diidentifikasi
masalah atau diagnosa potensial berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa, hal
ini membutuhkan antisipasi, pencegahan, bila memungkinkan menunggu mengamati
dan bersiap-siap apabila hal tersebut benar-benar
terjadi (Ambarwati dan Wulandari, 2008; h. 142).
d. Langkah IV : Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan
penanganan segera.
Langkah ini memerlukan kesinambungan
dari manajemen kebidanan. Identifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera
oleh bidan atau dokter dan atau untuk dikonsulkan atau ditangani bersama dengan
anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien (Ambarwati dan
Wulandari, 2008; h. 143).
e.
Langkah V : Merencanakan asuhan
kebidanan
Langkah-langkah ini ditentukan oleh langkah-langkah
sebelumnya yang merupakan lanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah
diidentifikasi atau di antisipasi. Rencana asuahan yang menyeluruh tidak hanya
meliputi apa yang sudah di lihat dari kondisi pasien atau dari setiap masalah
yang berkaitan, tetapi juga berkaitan dengan kerangka pedoman antisipasi bagi
pasien tersebut yaitu apa yang akan terjadi berikutnya (Ambarwati dan
Wulandari, 2008; h. 143).
f. Langkah
VI : Pelaksanaan langsung asuhan dengan efisien dan aman
Dalam langkah VI
pelaksanaan dilakukan sesuai dengan perencanaan pada langkah sebelumnya secara
efisien dan aman , perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau
sebagian lagi dilakukan oleh tim kesehatan lainnya (Ari Sulistyawati dan Esty, 2010;
h.231-232).
g. Langkah VII : Evaluasi
Pada langkah ini
evaluasi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan asuhan yang di
berikan kepada pasien (Ari Sulistyawati dan Esty, 2010; h.233).
C.
Landasan
Hukum
1. KEPMENKES RI NO.369/MENKES/SK/III/2007
Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 369/MenKes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan
Asuhan
selama persalinan dan kelahiran kompetensi ke-4 yaitu bidan memberikan asuhan
yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan,
memimpin selama persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi
kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya
yang baru lahir. Keterampilan dasar yang harus dimiliki pada kompetensi ke-4
salah satunya yaitu memberikan pertolongan persalinan normal dengan melakukan
pemantauan kemajuan persalinan dengan partograf.
2.
PerMenkes RI No.1464/MenKes/Per/X/2010
BAB III Tentang
Penyelenggaraan Praktik Pasal 9
a.
Pasal 9
Bidan dalam
menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan
pelayanan yang meliputi:
1)
Pelayanan kesehatan ibu;
2)
Pelayanan kesehatan anak; dan
3)
Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana.
b.
Pasal 10
1)
Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal
9 huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa
nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.
2)
Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi;
a)
Pelayanan konseling pada pasa pra hamil;
b)
Pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
c)
Pelayanan persalinan normal
d)
Pelayanan ibu nifas normal;
e)
Pelayanan ibu menyusui; dan
f)
Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
3)
Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berwenang untuk:
a)
Episiotomi;
b)
Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
c)
Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan
perujukan;
d)
Pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
e)
Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
f)
Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi
air susu ibu eksklusif;
g)
Pemberian uteronika pada manajemen aktif kala tiga dan
postpartum;
h)
Penyuluhan dan konseling;
i)
Bimbingan pada kelompok ibu hamil;
j)
Pemberian surat keterangan kematian; dan
k)
Pemberian surat keterangan cuti bersalin
3.
Standar
Pelayanan Kebidanan
Dari
25 standar pelayanan kebidanan, yang terkait dengan standar pertolongan
persalinan kala I dan II adalah sebagai berikut:
a.
Standar 9 : Asuhan persalinan kala I
Pernyataan standart:
Bidan menilai
secara tepat bahwa persalinan sudah mulai, kemudian memberikan asuhan dan
pemantauan yang memadai, dengan memperhatikan kebutuhan klien, selama proses
persalinan.
b.
Standar 10 : Persalinan kala II yang aman
Pernyataan
standart:
Bidan melakukan
pertolongan persalinan yang aman, dengan sikap sopan dan penghargaan terhadap
klien serta memperhatikan tradisi setempat.
c.
Standar 11 :
Penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga
Pernyataan
standart:
Bidan melakukan
penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu pengeluaran plasenta dan
selaput ketuban secara lengkap.
d.
Standar
12 : Penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomy
Pernyataan standar:
Bidan mengenali secara tepat tanda
gawat janin pada kala II yang lama, dan segera melakukan episiotomy dengan aman
untuk memperlancar persalinan, diikuti dengan penjahitan perineum.
e.
Standar 13 : Perawatan bayi baru lahir
Pernyataan
standar:
Bidan memeriksa
dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan spontan, mencegah
hipoksia sekunder, menemukan kelainan dan melakukan tindakan atau merujuk
sesuai dengan kebutuhan. Bidan juga harus mencegah atau menangani hipotermi.
f. Standar
14 :Penanganan pada dua jam pertama setelah persalinan
Pernyataan
standar:
Bidan melakukan
pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi dalam dua jam setelah
persalinan, serta melukukan tindakan yang diperlukan. Di samping itu, bidan
memberikan
penjelasan tentang hal-hal yang mempercepat pulihnya kesehatan ibu dan membantu
ibu untuk memulai pemberian ASI.
4.
Landasan
hukum sesuai dengan KEPMENKES Nomor HK.02.02/MENKES/149/I/2010
a. Pasal 8
Bidan dalam menjalankan
praktek berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi :
1) Pelayanan kebidanan
2) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan,
dan
3) Pelayanan kesejatan masyarakat
b. Pasal 9
1) Pelayanan kebidanan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8 nomor 1 ditujukan kepada ibu dan bayi.
2) Pelayanan kebidanan kepada ibu
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan pada masa kehamilan, masa persalinan,
masa nifas, dan masa menyusui.
3) Pelayanan kebidanan kepada ibu
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan pada bayi baru lahir normal sampai
usia 28 hari.
c. Pasal 10
1) Pelayanan kebidanan kepada ibu
sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 2 meliputi :
a) Penyuluhan dan konseling
b) Pemeriksaan fisik
c) Pelayanan antenatal pada kehamilan
normal
d) Pertolongan persalinan normal
e) Pelayanan ibu nifas normal
2) Pelayanan kebidanan kepada bayi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 3 meliputi :
a)
Pemeriksaan
bayi baru lahir
b)
Perawatan
tali pusat
c)
Perawatan
bayi
d)
Resusitasi
pada bayi baru lahir
e)
Pemberian
imunisasi pada bayi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan
f)
Pemberian
penyuluhan
d. Pasal 11
Bidan dalam memberikan
pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 nomor 1 berwenang untuk
:
1) Memberikan imunisasi dalam rangka
menjalankan tugas pemerintah
2) Bimbingan senam hamil
3) Episiotomi
4) Penjahitan luka episiotomi
5) Kompresi bimanual dalam rangka
kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan
6) Pencegahan anemia
7) Inisiasi menyusui dini dan promosi air
susu ibu eksklusif
8) Resusitasi pada bayi baru lahir dengan
asfiksia
9) Penanganan hipotermi pada bayi baru
lahir dan segera merujuk
10) Pemberian minum dengan sonde atau
pipet
11) Pemberian obat bebas, uterotonika
untuk postpartum dan manajemen aktif kala III
12) Pemberian surat keterangan kelahiran,
dan
13) Pemberian surat keterangan hamil untuk
keperluan cuti melahirkan
e.
Pasal
18
1) Dalam melaksanakan praktik, bidan
berkewajiban untuk :
a) Menghormati hak pasien
b) Merujuk kasus yang tidak dapat
ditangani dengan tepat waktu
c) Menyimpan rahasia kedokteran sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
d) Memberikan informasi tentang masalah
kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan
e) Meminta persetujuan tindakan kebidanan
yang akan dilakukan
f) Melakukan pencatatan asuhan kebidanan
secara sistematis
g) Mematuhi standart
h) Melakukan pelaporan penyelenggaraan
praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian
2) Bidan dalam menjalankan praktik
senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan
sesuai dengan bidang tugasnya
f. Pasal 19
Dalam melaksanakan
praktik, bidan mempunyai hak :
1) Memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan praktik sesuai dengan standart profesi dan standart pelayanan
2) Memperoleh informasi yang lengkap dan
benar dari pasien atau keluarganya
3) Melaksanakan tugas sesuai dengan
kewenangan, standart profesi dan standart pelayanan
4) Menerima imbalan jasa profesi
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN IBU BERSALIN NORMAL DENGAN LILITAN TALI PUSAT PADA NY.
M DI BPM NY. DWI LESTARI DESA BOTOREJO
KECAMATAN WONOSALAM KABUPATEN DEMAK
Pengkajian I
Tanggal Pengkajian : 11 Oktober 2011
Jam Pengkajian : 05.00 WIB
Tempat Pengkajian : BPM Ny. Dwi Lestari
Nama Mahasiswa : Dyah Lasma Wardani
NIM :
3.09.025
I. Pengumpulan Data Dasar
A. Subyektif
1. Identitaas Pasien penanggung
Jawab (Suami)
Nama : Ny. M Nama : Tn. U
Umur : 21 tahun Umur :
23 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia Bangsa :
Indonesia
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Ds. Tukangan Rt 05/Rw 04 Alamat :Ds. Tukangan Rt 05/Rw 04
2. Alasan Datang
Ibu mengatakan ingin
melahirkan, karena sudah merasa kenceng-kenceng sejak jam 00.00 tanggal 11
Oktober 2011. Pada jam 04.30 ibu merasa mengeluarkan cairan dari jalan lahir.
3. Keluhan Utama
Ibu merasakan
kenceng-kenceng, mulas dan nyeri pada punggung dan menjalar ke perut bagian
bawah serta mengeluarkan lendir darah dan cairan dari jalan lahir.
4. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan Dahulu
Ibu mengatakan dulu
tidak pernah menderita penyakit menurun seperti jantung, asma, DM, hipertensi. Ibu juga tidak pernah menderita penyakit menular seperti TBC, hepatitis,
dan PMS. Ibu juga mengatakan tidak pernah dirawat di RS dan tidak pernah di
operasi.
b. Kesehatan Sekarang
Ibu mengatakan saat ini
sedang merasakan kenceng-kenceng pada perutnya dan rasa tidak nyaman pada
punggungnya, karena akan melahirkan. Ibu saat ini tidak sedang menderita penyakit
menurun seperti jantung, asma, DM, hipertensi. Ibu juga tidak sedang menderite
penyakit menular seperti TBC, hepatitis, dan PMS.
c. Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan baik
saat ini maupun dahulu tidak ada keluarga yang menderita penyakit menurun
seperti jantung, asma, DM, hipertensi. Keluarga juga tidak menderite penyakit menular seperti
TBC, hepatitis, dan PMS.
5. Riwayat Perkawinan
Ibu mengatakan menikah
1 kali, saat umur ibu 20 tahun dengan suami yang berumur 22 tahun, lama
perkawinan 1 tahun.
6. Riwayat Obstetri
a. Riwayat Menstruasi
1) Menarche : 12 tahun
2) Siklus : 28 hari
3) Lama : 6-7 hari
4) Banyak : sehari
ganti pembalut 2-3 kali
5) Bau : khas
darah/anyir
6) Warna : merah tua
7) Disminore : tidak ada
8)
Flour albuse : mengalami keputihan sebelum dan
sesudah menstruasi
9) HPHT : 22
Desember 2010
b. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan nifas yang lalu
Ibu mengatakan ini
adalah kehamilan yang pertama.
c. Riwayat Kehamilan Sekarang
1) Ibu mengatakan ini hamil yang pertama, dengan umur kehamilan 42 minggu
dan tidak pernah keguguran.
2) HPHT : 22 Desember 2010
HPL : 29 September 2011
3) Ibu mengatakan BB sebelum hamil = 51 kg.
BB sekarang = 60 kg.
4) Gerakan janin pertama kali dirasakan saat UK 4 bulan. Gerakan bayi
sekarang dirasakan semakin kuat dan aktif.
5) Ibu mengatakan selama hamil melakukan ANC sebanyak 10 kali, yaitu : TM 1
: -, TM 2 : 5x , dan TM 3 : 5x.
6) Keluhan pada TM I : mual, muntah, pusing yang hilang bila dipakai
istirahat. TM II : tidak ada keluahan, TM III : tidak ada keluhan.
7) Ibu mengatakan selama hamil mendapatkan imunisasi TT 2x, yaitu : TT I UK
20 minggu, TT II UK 25 minggu.
8) Ibu mengatakan selama hamil tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan lain
kecuali dari bidan.
9) Ibu mengatakan tidak mempunyai kebiasaan yang berpengaruh buruk terhadap
kehamilannya seperti : minum alkohol, merokok, narkoba, dan minum jamu.
10) Ibu mengatakan ingin bersalin di bidan.
7. Riwayat KB
Ibu mengatakan belum pernah menggunakan KB
dalam jenis apapun, karena ini merupakan kehamilan pertamanya. Dan setelah
melahirkan nanti rencana ibu ingin menggunakan KB suntik.
8. Pola Kebutuhan Sehari-hari
Pola selama bersalin
Nutrisi : Makan
terakhir malam hari dengan porsi sedang, jenisnya nasi, sayur dan lauk. Pagi
makan roti I potong sedang. Minum 1 gelas teh manis dan 1 gelas air putih
Eliminasi : BAB
terakhir : tanggal 10-10-2011 jam 16.30 WIB konsistensi padat, bau khas feces,
BAK terakhir : tanggal 11-10-2011 jam 05.15 WIB.
Aktivitas : Ibu
hanya melakukan aktivitas yang ringan-ringan saja, sehingga ibu tidak terlalu
capek.
Istirahat : Istirahat
terakhir selama ± 4 jam, dengan kualitas tidur kurang nyenyak karena sudah
merasakan ketidaknyamanan.
Personal Hygiene : Mandi terakhir
: tanggal 10-10-2011 jam 16.30 WIB.
Sesual : ibu
mengatakan sudah tidak berhubungan seksual sejak umur kehamilan 9 bulan
9. Psikososial Spiritual dan Ekonomi
a. Tanggapan dan dukungan keluarga serta lingkungan terhadap kehamilannya
Ibu mengatakan suami
dan keluarga sangat senang dengan kehamilan yang pertama ini, dan mereka sangat
mendukung kehamilan ini.
b. Pengambilan keputusan dalam keluarga
Dalam keluarga
pengambilan keputusan dilakukan dengan musyawarah. Dan sudah diputuskan ibu
akan bersalin di BPS Ny. Dwi Lestari.
c. Ketaatan beribadah
Ibu mengatakan ia dan
suami biasa sholat 5 waktu.
d. Lingkungan yang berpengaruh
Ibu mengatakan masih
tinggal serumah dengan orang tua bersama suaminya. Ibu mengatakan aktif
mengikuti kegiatan sosial di masyarakat seperti arisan,pengajian dan posyandu.
e. Hewan peliharaan
Di rumah terdapat hewan
peliharaan berupa 2 ekor kucing yang berkeliaran di dalam rumah dan beberapa ekor
ayam yang ditempatkan di kandang sebelah rumah.
f. Cara memasak
Ibu mengatakan kebiasaan bila memasak di potong dulu baru di cuci, dan bila
memasak sayur tidak terlalu matang.
B. Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran :
Composmentis
c. TTV
TD : 110/90 mmHg
Nadi : 88x/menit
RR : 21x/menit
S : 36,30 C
d. BB (sebelum
hamil dan sekarang)
BB sebelum hamil : 51 kg
BB sekarang : 60 kg
TB : 154 cm
Lila : 26,5 cm
e. Umur Kehamilan : 42 minggu
f. HPL : 29 September 2011
2. Pemeriksaan fisik atau status present
a. Kepala : bentuk mesochepal, tidak ada benjolan abnormal, rambut dan kulit kepala bersih.
b. Muka : tidak pucat dan tidak odema,
c. Mata : simetris, konjungtiva tidak anemi, pupil normal, sclera putih, tidak ada secret.
d.
Hidung : bentuk simetris, bersih, tidak ada pembesaran polip
e. Telinga : simetris, bersih
tidak ada penumpukan serumen
f. Mulut : bersih, tidak
terdapat karies, gigi tidak
berlubang, tidak sariawan, bibir lembab dan tidak pucat.
g. Leher : tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid, reflek menelan baik, tidak ada pembesaran vena jugularis.
h. Dada : simetris, tidak ada benjolan abnormal, tidak ada retraksi dinding dada.
i. Ketiak : tidak ada benjolan
abnormal, tidak ada pembesaran kelenjar limfe
j. Abdomen : tidak ada luka
bekas operasi.
k. Genetalia : terdapat lendir darah, tidak odema, tidak ada varises/tanda chadwich
l. Ekstremitas : atas : tidak odema, reflek otot baik, dapat
bergerak bebas
bawah : tidak
odema, tidak ada varises, reflek patella +, dapat bergerak bebas.
m. Anus : bersih, tidak ada hemoroid
3. Status Obstetri
a.
Inspeksi
Muka : tidak odema, terdapat kloasma gravidarum, tidak pucat
Payudara : simetris, membesar, areola menghitam, puting menonjol.
Abdomen : terdapat strie
gravidarum dan linea nigra, membesar sesuai umur kehamilan.
Genitalia : tidak odema, terdapat lendir darah, tidak ada varises
b.
Palpasi
Payudara : tidak ada benjolan
abnormal, colostrum belum keluar
Abdomen
: tidak ada nyeri tekan
Leopold I : teraba bagian bulat lunak dan tidak melenting (bokong)
Leopold II : kanan :
teraba tahanan keras memanjang (punggung), kiri : teraba bagian kecil-kecil janin (ekstremitas)
Leopold III : teraba bagian bulat keras dan sudah tidak bisa digoyangkan (kepala)
Leopold IV : bagian terbawah janin sudah masuk Pintu Atas Panggul (divergen)
TFU : 30 cm
TBJ :
(TFU-11)x 155 = (30-11) x 155 = 2945 gram
Penurunan kepala : 3/5
Ring Bandle : tidak ada
HIS : 4x/10 menit selama 30 detik, kuat
dan teratur.
c.
Auskultasi
DJJ : 138X/menit (dengan dopler)
Punctum Max : perut bagian
bawah pusat sebelah kanan.
Irama : teratur
d.
VT : Vulva : Tidak kemerahan, tidak bengkak
Vagina : Tidak bengkak
Portio : tipis, lunak
Effacement : 40%
Pembukaan : 4 cm
Kulit ketuban : sudah pecah
Presentasi : Kepala
Molase : Tidak ada
Point Of Direction : UUK
Bagian yang menumbung : Tidak ada
PPV : Lendir darah
e.
Pemariksaan Penunjang : tidak dilakukan
II. INTERPRETASI DATA
A. Diagnosa kebidanan
Ny. M G1P0A0, umur 21 tahun, hamil 42 minggu, janin
tunggal hidup intra uteri, letak membujur, puka, presentasi kepala, kepala
sudah masuk panggul dalam inpartu kala I fase aktif.
Data Dasar :
DS : 1. Ibu mengatakan ini
adalah kehamilan yang pertama, belum pernah melahirkan atau keguguran.
2. Ibu mengatakan sekarang berusia 21 tahun.
3. Ibu mengatakan HPHT tanggal 22 Desember 2010.
4. Ibu mengatakan
kenceng-kencengnya semakin bertambah kuat.
DO : 1. Palpasi :
Leopold I : teraba bagian bulat
lunak dan tidak melenting (bokong) TFU : 30 cm,
Leopold II : kanan : teraba tahanan keras memanjang (punggung), kiri
: teraba bagian kecil-kecil janin
(ekstremitas),
Leopold III : teraba bagian bulat keras dan sudah tidak
bisa digoyangkan (kepala),
Leopold IV : bagian terbawah janin sudah masuk Pintu
Atas Panggul (divergen)
2. TBJ : (30-11) x 155 = 2945
gram.
3. DJJ : 138x/menit
4. HIS : 4x/10 menit selama 30
detik, kuat dan teratur
5. Vuvla/vagina tidak ada kelainan, portio tipis,
6. Effesment 40 %, Pembukaan 4 cm
7. KK (-)
8. Molase : Tidak ada
9. Point Of Direction : UUK
10. Bagian yang menumbung : Tidak ada
11. Presentasi belakang kepala
12. Penurunan kepala 3/5
13. PPV lendir darah.
B. Masalah : ibu
terlihat agak cemas karena menjelang proses persalinan.
C. Kebutuhan : ajarkan ibu
teknik relaksasi.
III. DIAGNOSA MASALAH POTENSIAL
Tidak ada
IV. ANTISIPASI TINDAKAN SEGERA
Tidak ada
BAB
IV
BAHASAN
Bahasan merupakan bagian dari studi
kasus yang membahas tentang kesenjangan dan kesamaan antara tinjauan teori dan
tinjauan kasus. Dengan kesenjangan tersebut dapat dilakukan pemecahan masalah
untuk perbaikan dan masukan demi peningkatan asuhan kebidanan menurut Helen
Varney.
Setelah penulis melakukan asuhan
kebidanan persalinan normal pada Ny.M G1P0A0
umur 21 tahun dengan
lilitan tali pusat di BPM Ny. Dwi Lestari Desa Botorejo
Kabupaten Demak.
Maka pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan dan kesamaan antara
teori dan kenyataan yang dilakukan secara sistematis yaitu dari pengkajian, interpretasi data, diagnosa potensial,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sehingga penulis merumuskan
sebagai berikut :
A. Langkah
I : Pengkajian
Pengkajian
merupakan langkah awal untuk menilai dan mengetahui kondisi pasien. Dalam
mengumpulkan data atau pengkajian dilakukan dengan 2
cara yaitu dengan mengumpulkan data subyektif dan obyektif. Pada kasus ini
dilakukan pengkajian pada ibu
bersalin normal Ny. M umur 21
tahun G1P0A0
hamil 42 minggu dengan lilitan tali pusat, tanggal 11 Oktober 2011 di BPM
Ny. Dwi Lestari.
1.
Data
Subjektif
Penulis tidak
mengalami kesulitan dalam mengumpulkan data subyektif karena klien dapat diajak
bekerjama.
a.
Umur
1)
Menurut
teori
Data ini
ditanyakan untuk menentukan apakah ibu dalam persalinan beresiko karena usia
ataukah tidak (Ari
Sulistyawati dan Esty, 2010;
h. 220).
2)
Menurut
tinjauan kasus
Pengkajian
dilakukan pada Ny. M didapatkan bahwa umurnya 21 tahun.
3)
Pembahasan
Tidak
ada kesenjangan antara teori yang ada dengan kasus. Karena pasien termasuk
dalam usia reproduksi wanita antara 20 sampai dengan 35 tahun.
b.
Keluhan
1)
Menurut
teori
Untuk
mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan masa persalinan, misalnya
kapan mulai terasa ada kenceng-kenceng
di perut, bagaimana intensitasnya dan frekuensinya, apakah ada pengeluaran
cairan dari vagina yang berbeda dari air kemih, apakah sudah ada pengeluaran
lendir yang disertai darah, serta pergerakan janin untuk memastikan
kesejahterahannya (Ari Sulistyawati dan Esty, 2010; h. 221).
2) Menurut tinjauan kasus
Pengkajian yang dilakukan pada Ny. M
didapat bahwa pada tanggal 11 Oktober 2011 jam 05.00 WIB, ibu merasakan
kenceng-kenceng yang kuat dan teratur, sudah mengeluarkan lendir bercampur darah
dan cairan dari jalan lahir, gerakan janin masih dirasakan.
3) Pembahasan
Pengkajian yang dilakukan pada Ny. M
didapatkan gejala atau tanda yang sudah sesuai dengan teori. Sehingga pada data
subyektif, gejala tentang tanda persalinan tidak ditemukan kesenjangan antara
teori yang ada dengan kasus.
c. Riwayat medis
1)
Menurut
teori
Apakah
ibu mengalami sakit kepala dan nyeri epigastrium dan riwayat penyakit lainya
yang perlu ditanyakan adalah ibu mempunyai penyakit jantung, paru-paru,
pernafasan, karena hal untuk mendeteksi adanya komplikasi pada persalinan
(Rohani, 2011 ; h.82)
2)
Menurut
tinjauan kasus
Ibu
mengatakan saat ini sedang tidak mengalami sakit kepala dan sakit perut tapi
ibu merasakan perutnya kenceng-kenceng karena akan melahirkan, ibu tidak sedang
menderita penyakit yang menurun seperti jantung, DM, hipertensi, asma dan juga
penyakit menular seperti TBC, hepatitis dan PMS.
3)
Pembahasan
Pada
pengkajian pada Ny. M sudah dilakukan sesuai dengan teori sehingga tida ada
kesenjangan yang terajadi antara teori dan lahan praktek.
d.
Riwayat
obstetri
1)
Menurut
teori
Pada
riwayat haid ditanyakan tentang umur menarche, siklus menstruasi, teratur atau
tidak menstruasinya, lama menstruasi, estimasi banyaknya darah, kurang lebih
2-3 pembalut/hari, 1 pembalut besar penuh kurang lebih 100 cc, 1 pembalut kecil
penuh kurang lebih 30-50 cc. Warna darah, normalnya merah tua. Keluhan saat
haid : pernah dismenorhea atau tidak, menderita pre menstruasi syndrome atau
tidak. Flour albus, pada wanita normal terjadi sebelum dan sesudah haid, tidak
berwarna, tidak berbau, tidak gatal, jumlah sedikit. Hari pertama haid terakhir untuk menentukan umur kehamilan. (Ika Pantikawati dan Saryono, 2010; h. 115)
Riwayat
kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu berisi tentang berapa kali ibu
hamil, apakah pernah abortus, jumlah anak, cara persalinan yang lalu, penolong
persalinan, keadaan nifas yang lalu (Ambarwati dan Wulandari, 2008; h. 134).
Riwayat
kehamilan sekarang hal – hal yang perlu dikaji, antara lain : Umur kehamilan.
ANC berapa kali, dimana, mendapatkan therapy, penyulit, keluhan. Imunisasi TT
sudah atau belum (berapa kali). Ada kebiasaan – kebiasaan waktu hamil sekarang
: Cara memasak (berpengaruh terhadap kadar gizi ibu). Minum jamu, merokok atau
minum obat-obatan
tertentu (Sulistyawati
dan Esty, 2010, h. 222)
Gerakan janin yang dirasakan ibu
diperlukan untuk mengkaji kesejahteraan janin (Helen Vaney, 2004)
2)
Menurut
tinjauan kasus
a)
Haid
Menarche : 12 tahun
Siklus : 28 hari
Lama :
6-7 hari
Banyak : sehari ganti pembalut 2-3
kali
Bau : khas darah/anyir
Warna : merah tua
Disminore : tidak ada
Flour albuse : mengalami keputihan sebelum dan sesudah
menstruasi
HPHT :
22 Desember 2010
b)
Riwayat
Kehamilan, Persalinan dan nifas yang lalu
Ibu
mengatakan ini adalah kehamilan yang pertama.
c)
Riwayat
kehamilan sekarang
Ibu
mengatakan hamil yang pertama, belum pernah melahirkan ataupun keguguran.
HPL
: 29 September 2011
Riwayat
ANC/TT : 10x di bidan/ 2x
Kebiasaan
: tidak minum jamu, alkohol, merokok.
Gerakan
janin : masih dirasakan.
3)
Pembahasan
Pada
pengkajian riwayat obstatri yang dilakukan pada Ny. M tidak ditemukan
kesenjangan antara teori yang ada dengan kasus.
e.
Psikososial
spiritual
1)
Menurut
teori
Menanyakan langsung pada pasien
mengenai bagaimana perasannya terhadap kehamilan dan kelahirannya. Mengetahui
respon keluarga terhadap persalinan karena respon yang positif dari keluarga
terhadap persalinan akan mempercepat proses adaptasi pasien menerima peran dan
kondisinya. Ketaatan beribadah dikaji
untuk mengetahui apakah ibu taat dalam menjalankan ibadah sesuai dengan agama
yang ibu dianut. (Ari sulistyawati dan Esty,
2010; h. 225)
2)
Menurut
tinjauan kasus
Ibu
merasa cemas dan kawatir dengan proses persalinannya, namun keluarga mendukung
dan mengharapkan persalinan lancar serta ibu dan bayinya selamat. Ketaantan
beribadah keluarga maupun ibu mengatakan rajin beribadah. Respon ibu dan
keluarga terhadap persalinannya, ibu mengatakan dirinya dan keluarga sangat
senang dan antusias dalam menyambut persalinannya.
3)
Pembahasan
Pengkajian
psikososial spiritual yang dilakukan pada Ny. M tidak ditemukan kesenjangan
antara teori yang ada dengan kasus.
2. Data Obyektif
a.
Tanda-tanda
vital
1)
Menurut
teori
Mengetahui
keadaan umum ibu, tingkat kesadaran, tanda-tanda vital yang terdiri dari tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan, berat badan ibu,
tinggi badan ibu, lingkar lengan atas ibu (Ary Sulistyawati dan Esty, 2010; h.
226). Kenaikan atau penurunan tekanan darah merupaka indikasi adnya gangguan
hipertensi dalam kehamilan atau syok. Peningkatan suhu menunjukan adanya proses
infeksi, syok atau dehidrasi. Peningkatan frekuensi pernafasan dapat menunjukan
adanya syok (Rohani, 2011; h.83)
2)
Menurut
tinjauan kasus
KU : Baik
Kesadaran : Composmentis
TTV
TD : 110/90 mmHg Suhu :
36,3 0C
Nadi : 88x/menit RR : 21x/menit
BB
sekarang : 60 kg BB sebelum hamil : 51 kg
TB :
154 cm Lila : 26,5 cm
3)
Pembahasan
Berdasarkan
pengkajian data yang didapatkan tidak ada kesenjangan antara teori yang ada
dengan kasus, tanda-tanda vital dalam batas normal.
b.
Pemeriksaan
abdomen
1) Tanda bekas operasi
a) Menurut teori
Tanda
bekas operasi digunakan untuk melihat apakah ibu pernah mengalami SC atau
tidak, sehingga dapat ditentukan tindakan selanjutnya (Rohani 2011; h.84)
b) Menurut tinjauan kasus
Pada
Ny. M tidak ditemukan luka bekas operasi.
c) Pembahasan
Berdasarkan
pengkajian tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan praktek, sehingga ibu
bisa melahirkan secara normal.
2) Pola kontraksi
a)
Menurut
teori
Frekuensi,
durasi dan intensitas kontraksi harus dikaji secara akurat untuk menentukan
status persalinan.
b)
Menurut
tinjauan kasus
Kontraksi 4x/10 menit selama 30 detik, kuat dan teratur.
c)
Pembahasan
Menurut
pengkajian lahan praktek sudah sesuai dengan yang ada dengan teori, sehingga
tidak ada kesenjangan antara teori dan di lapangan.
3)
Pemeriksaan
Leopold
a)
Menurut
teori
Leopold I : Untuk menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin yang dibagian
fundus. TFU diukur dengan menggunakan jari.
Leopold
II : Untuk menentukan apakah bagian punggung
yang terletak dikiri atau dikanan perut ibu dan juga bagian-bagian kecil dari janin.
Leopold III : Untuk menentukan bagian terbawah janin.
Leopold
IV : Untuk menentukan apakah bagian
terbawah janin sudah masuk panggul atau belum, divergen atau konvergen.
TFU
: Tinggi Fundus Uteri (berapa cm manurut MC Donald)
(
Ary Sulistyawati dan Esty, 2010; h. 228)
b)
Menurut
tinjauan kasus
Leopold I : teraba bagian bulat lunak dan tidak
melenting (bokong)
Leopold II : kanan : teraba tahanan keras memanjang (punggung), kiri : teraba bagian kecil-kecil janin (ekstremitas)
Leopold III : teraba bagian bulat keras dan sudah tidak bisa
digoyangkan (kepala)
Leopold IV : bagian terbawah janin sudah masuk Pintu Atas Panggul
(divergen)
TFU : 30 cm
c) Pembahasan
Pemeriksaan yang dilakukan di lahan sudah sesuai dengan
teori sehingga tidak ada kesenjangan yang terjadi.
4) DJJ
a) Menurut teori
Dilakukan
untuk mengetahui denyut jantung janin apakah normal atau tidak, DJJ dihitung 1
menit penuh, iramanya. Frekuensi DJJ normal adalah 120-160 kali per menit. (
Ary Sulistyawati dan Esty, 2010; h. 228)
b) Menurut tinjauan kasus
DJJ : 138x/menit, irama teratur
c) Pembahasan
Sesuai pengkajian yang dilakukan di lahan praktek sudah
sesuai dengan teori yang dan tidak ada kesenjangan, DJJ dalam batas normal.
5) Pemeriksaan dalam
a) Menuru teori
Pemeriksaan dalam terdiri dari pembukaan serviks,
station, letak, presentasi, posisi dan selaput ketuban. Pemeriksaan ini
dilakukan setiap 4 jam sekali (Rukiyah, dkk.2009; h.76)
b) Menurut tinjauan kasus
Serviks tidak odema, tidak ada tumor, pembukaan 4 cm,
effacement 40 %, portio teraba tipis lunak, kulit ketuban (-), presentasi
kepala, POD UUK, tidak ada bagian yang menumbung.
c) Pembahasan
Pada pemeriksaan dalam terdapat kesenjangan, karena pada
teori pemeriksaan ini dilakukan setiap 4 jam sekali, tapi di lahan ada
pemeriksaan ke dua dilakukan dengan jarak waktu 3,5 jam dari pemeriksaan
pertama, karena ibu sudah merasa ingin mengejan terus.
B.
Langkah II : Interpretasi data
Mengidentifikasi
diagnosa kebidanan atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar dari
data-data yang telah dikumpulkan.
Diagnosa
kebidanan merupakan kesimpulan dari kondisi klien, diagnosa muncul didasari
oleh pernyataan klien yang ada hubungannya dengan pemeriksaan umum, pemeriksaan
fisik dan data penunjang. Meliputi GPA, umur ibu, usia kehamilan dengan
perhitungan minggu, janin tunggal/ganda, hidup/mati, intrauteri, letak janin
membujur/melintang, letak punggung kanan/kiri, presentasi kepala/bokong, sudah
masuk pintu atas panggul (PAP) atau belum (Sulistyowati dan Nugraheni,
2010;h.228).
Masalah
yaitu permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien, yang data
dasarnya meliputi data subyektif : data yang diperoleh dari anamnesa, data
obyektif : data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan. Kebutuhan segera untuk
menentukan kebutuhan pasien berdasarkan keadaan dan masalahnya (Sulistyowati
dan Nugraheni, 2010;h.229).
1. Kala I
a. Menurut teori
Kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara
pembukaan 0-10 cm (pembukaan lengkap). (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010; h.7)
b. Tinjauan kasus
1) Diagnosa kebidanan
Ny.
M G1P0A0, umur 21 tahun, hamil 42
minggu, janin tunggal hidup intra uteri, letak membujur, puka, presentasi
kepala, kepala sudah masuk panggul dalam inpartu kala I fase aktif.
2) Data dasar
a) Data subyektif yang di dapat Ibu mengatakan ini adalah kehamilan
yang pertama, belum pernah melahirkan atau keguguran, Ibu mengatakan sekarang
berusia 21 tahun, Ibu mengatakan HPHT tanggal 22 Desember 2010, Ibu mengatakan
kenceng-kencengnya semakin bertambah kuat.
b) Data obyektif yang didapat adalah
pemeriksaan abdomen :
Leopold I :teraba bagian bulat lunak dan tidak melenting
(bokong) TFU : 30 cm,
Leopold II :kanan : teraba tahanan keras memanjang (punggung),
kiri : teraba bagian kecil-kecil janin
(ekstremitas),
Leopold III :teraba bagian bulat keras dan sudah tidak bisa
digoyangkan (kepala),
Leopold IV :bagian terbawah janin sudah masuk Pintu Atas Panggul
(divergen)
Penurunan kepala : 3/5
DJJ :
138x/menit
VT : Vuvla/vagina tidak ada kelainan, portio
tipis, Effesment
40 %, Pembukaan 4 cm, KK (-), tidak ada Molase, Point Of Direction : UUK, tidak ada bagian yang menumbung,
presentasi belakang kepala, PPV lendir darah.
3) Masalah
Cemas
Data dasar
a) Data subyektif
Data dasar : ibu mengtakan merasa agak
cemas dan takut menjelang proses persalinannya.
b) Data obyektif
Ibu terlihat cemas.
4) Kebutuhan
Mengajarkan teknik relaksasi kepada
ibu
c. Pembahasan
Interpretasi data pada kala I telah
dilaksanankan sesuai teori yang ada dan tidak terdapat kesenjangan dalam
pelaksanaannya.
2. Kala II
a. Menurut teori
Kala II adalah kala pengeluaran bayi, dimulai dari
pembukaan lengkap sampai bayi lahir. (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010; h.7)
b. Tinjauan kasus
1) Diagnosa kebidanan
Ny. M G1P0A0
umur 21 tahun, usia kehamilan 42 minggu, janin tunggal hidup intra uteri letak
membujur preskep puka kepala sudah masuk
panggul dalam inpartu kala 2.
2) Data dasar
a) Data subyektif yang didapat : ibu
mengatakan mules semakin sering dan kuat, ibu mengatakan merasa ingin BAB dan
sudah ingin meneran.
b) Data obyetkif yang didapat adalah
tampak keluar cairan dan lendir darah dari jalan lahir, ibu sudah merasa ingin
meneran, terlihat ada tekanan pada anus, perineum tamapak menonjol, dan vulva
tampak membuka, hasil VT : pembukaan lengkap, effacement 100%, porsio teraba
lunak, KK (-), presentasi kepala, POD : UUK. His 5x/10 menit selama 50 detik,
penurunan kepala 1/5, DJJ : 138x/menit.
3) Masalah : Tidak ada
4) Antisipasi : tidak ada
c. Pembahasan
Interpretasi data pada kala II telah
dilaksanankan sesuai teori yang ada dan tidak terdapat kesenjangan dalam
pelaksanaannya.
3. Kala III
a. Menurut teori
Kala III adalah waktu untuk pelepasan
dan pengeluaran plasenta. (Sulistyawati dan Nugraheny, 2010; h.8)
b. Tinjauan kasus
1) Diagnosa kebidanan
Ny. M P1A0 umur
21 tahun dalam partus kala III.
2) Data dasar
a) Data subyektif didapatkan : ibu
mengatakan perutnya masih terasa mules, ibu mengatakan merasa senang karena
anaknya sudah lahir dengan selamat.
b) Data obyektif : TFU setinggi pusat,
kontraksi uterus keras, terlihat semburan darah dari jalan lahir, tali pusat
bertambah panjang.
3) Masalah : tidak ada
4) Antisipasi : tidak ada
c. Pembahasan
Interpretasi data pada kala III telah
dilaksanankan sesuai teori yang ada dan tidak terdapat kesenjangan dalam
pelaksanaannya.
4. Kala IV
a. Menurut teori
Pada Kala IV dilakukan observasi
terhadap perdarahan pascapersalinan, paling sering terjadi pada 2 jam pertama.
(Sulistyawati dan Nugraheny, 2010; h.9)
b. Tinjauan kasus
1) Diagnosa kebidanan
Ny. M P1A0 umur
21 tahun dalam parus kala IV.
2) Data dasar
a) Data subyektif : ibu mengatakan merasa
senang karena semua proses persalinannya berjalan lancar, ibu mengatakan
perutnya masih merasa mules dan nyeri pada jalan lahir.
b) Data obyektif : tampak ada robekan
perineum pada derajat 2, plasenta lahir lengkapa tidak ada yang tertinggal, TFU
2 jari dibawah pusat, kontraksi baik fundus teraba keras.
3) Masalah : tidak ada
4) Antisipasi : tidak ada
c. Pembahasan
Interpretasi data pada kala IV telah dilaksanankan
sesuai teori yang ada dan tidak terdapat kesenjangan dalam pelaksanaannya.
C.
Langkah III : Mengidentifikasi Masalah
atau Diagnosa Potensial
Mengidentifikasi
diagnosa atau masalah potensial yang mungkin akan terjadi. Pada langkah ini
diidentifikasi masalah atau diagnosa potensial berdasarkan rangkaian masalah
dan diagnosa, hal ini membutuhkan antisipasi, pencegahan, bila memungkinkan menunggu
mengamati dan bersiap-siap apabila hal tersebut benar-benar
terjadi (Ambarwati dan Wulandari, 2008; h. 142).
Pada lahan praktek tidak muncul
diagnosa potensial, karena dari pengkajian dan interpretasi data dari kala I
sampai kala IV tidak terjadi perdarahan atau masalah-masalah lain yang dapat
menghambat proses persalianan.
D.
Langkah IV : mengidentifikasi dan
menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera.
Langkah
ini memerlukan kesinambungan dari manajemen kebidanan. Identifikasi dan menetapkan
perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau untuk dikonsulkan atau
ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi
pasien (Ambarwati dan Wulandari, 2008; h. 143). Dalam kasus ini antisipasi tidak
dilakukan karena tidak muncul diagnosa potensial.
E.
Langkah V : Perencanaan
Langkah-langkah
ini ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya yang merupakan lanjutan dari masalah
atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau di antisipasi. Rencana asuahan
yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah di lihat dari kondisi
pasien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga berkaitan dengan
kerangka pedoman antisipasi bagi pasien tersebut yaitu apa yang akan terjadi
berikutnya (Ambarwati dan Wulandari, 2008; h. 143).
1.
Kala I
a. Menurut
teori
Perencanaan kala I :
1) Memberitahukan ibu mengenai hasil
pemeriksaan
2) Memantau terus menerus tanda vital ibu
dan kemajuan persalinan dengan menggunakan partograf
3) Memantau terus menerus keadaan bayi
4) Memantau perubahan tubuh ibu untuk menentukan
pakah persalinan dalam kemajuan yang normal
5) Memeriksa perasaan ibu dan respon
fisik terhadap persalinan
6) Membantu ibu memahami apa yang sedang
tarjadi sehingga ia berperan serta aktif dalam menentukan asuhan
7) Menghadirkan orang yang dianggap penting
oleh ibu selama persalinan
8) Mengenali masalah secepatnya dan
mengambil keputusan serta tindakan yang tepat guna dan tepat waktu
9) Mengatur aktifitas dan posisi ibu
10) Membimbing ibu untuk rileks sewaktu
ada his
11) Menjaga privasi ibu
12) Penjelasan tentang kemajuan persalinan
13) Menjaga kebersihan diri
14) Mengatasi rasa panas
15) Pemberian cukup minum
16) Memenuhi kebutuhan eliminasi ibu
17) Sentuhan
18) Persiapan persalinan normal (Rohani,
Marisah, 2011; h. 93-95)
b. Perencanan Kala I
1) Beritahu ibu dan keluarga mengenai
hasil pemeriksaan
2) Pasang infuse RL 20 tpm
3) Berikan asuhan sayang ibu
a) Anjurkan suami dan keluarga untuk
memberi dukungan dan semangat
b) Anjurkan ibu untuk tetap mendapatkan
asupan nutrisi selama bersalin
c) Ajarakan ibu taknik relaksasi yang
baik
d) Anjurkan ibu berbaring miring ke kiri
untuk mempercepat proses persalinan
4)
Cek
alat yaitu partus set, heating set, perlengkapan ibu dan bayi.
5) Lakukan pengawasan 10 kala I
c. Pembahasan
Berdasarkan teori yang ada dan
tindakan yang dilakukan di lahan terdapat kesenjangan, yaitu dalam teori tidak
terdapat pemasangan infuse tatapi di lahan dilakukan pemasangan infuse untuk
antisipasi dan intake cairan ibu karena ketuban sudah pecah sebelum pembukaan
lengkap
2. Kala II
a. Menurut teori
Perencanaan Kala II sesuai teori :
1) Melihat adanya tanda gejala kala II
2) Menyiapkan pertolongan persalinan
3) Penanganan bayi baru lahir.(Rohani, Marisah,
2011; h. L-9 – L-13)
b. Tinjauan kusus
Perencanaan Kala II
1) Pastikan tanda gejala kala II
2) Siapkan partus set
3) Gunakan APD
4) Pimpin ibu mengejan saat ada his
5) Siapkan untuk kelahiran bayi
6) Lahirkan bayi
7) Lakukan penilaian selintas
8) Lakukan asuhan BBL
c. Pembahasan
Pada perencanaan kala II tidak
terdapat kesenjangan antara teori dan lahan praktik.
3. Kala III
a. Menurut teori
Perencanaan Kala III sesuai teori
1) Penatalaksanaan aktif persalinan Kala III
2) Mengeluarkan plasenta
3) Rangsangan taktil (masase) uterus.
(Rohani, marisah, 2011; h.L-13 – L-14)
b. Tinjauan kasus
Perencanaan Kala III
1) Periksa kembali uterus untuk
memastikan tidak ada janin lagi.
2) Penyuntikan oksitosin, pemotongan dan
pengikatan tali pusat
3) Letakan bayi diatas perut ibu (IMD)
4) Lahirkan plasenta
5) Masase fundus uteri
c. Pembahasan
Pada perencanaan kala III tidak
terdapat kesenjangan antara teori dan lahan praktik.
4. Kala IV
a. Menurut teori
Perencanaan Kala IV sesuai teori
1) Menilai perdarahan
2) Melakukan prosedur pasca persalinan
3) Evaluasi
4) Kebersihan dan keamanan
5) Dokumentasi. (Rohani, Marisah, 2011;
h.L-14 – L-15)
b. Tinjauan kasus
Perencanaan Kala IV
a) Evaluasi robekan dan jahit laserasi
b) Nilai ulang uterus
c) Estimasi kehilangan darah
d) Bersihkan alat
e) Perawatan BBL
f) Pemantauan 2 jam post partum
g) Lengkapi partograf
c. Pembahasan
Pada perencanaan kala IV tidak
terdapat kesenjangan antara teori dan lahan praktik.
F. Langkah
VI : Pelaksanaan
1. Menurut teori
Dalam langkah VI
pelaksanaan dilakukan sesuai dengan perencanaan pada langkah sebelumnya secara
efisien dan aman , perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau
sebagian lagi dilakukan oleh tim kesehatan lainnya (Ari Sulistyawati dan Esty, 2010;
h.231-232).
2. Menurut tinjauan kasus
Adapun pelaksanaan pada langkah V diuraikan sebagai
berikut :
a. Kala I
1) Pelaksanaan Kala I pada tanggal 10
Oktober 2011 jam 05.00 WIB
a) Memberitahu ibu mengenai hasil dari pemeriksaan. Bahwa sudah pembukaan 4 cm. Bagian terbawah
janin adalah kepala dan sudah masuk pintu atas panggul.
b) Memasang infuse RL 20 tpm untuk
antisipasi dan intake cairan ibu, karena ketuban sudah pecah sebelum pembukaan
lengkap.
c) Memberikan asuhan sayang ibu
(1) Menganjurkan suami dan keluarga untuk
memberikan dukungan dan semangat pada ibu yaitu dengan
mendampingi ibu, agar
selama menghadapi proses persalinan ibu lebih tenang dan nyaman.
(2) Menganjurkan ibu untuk memenuhi
kebutuhan nutrisinya agar ibu tetap punya
cadangan tenaga untuk menghadapi proses persalinan dan agar kontraksinya
kuat. Yaitu dengan makan dan minum sesuai yang diinginkan ibu.
(3) Mengajarkan ibu teknik relaksasi yang
benar, yaitu bila ibu merasakan ada kontraksi yang kuat ibu tarik nafas panjang
melalui hidung dan dikeluarka pelan-pelan melalui mulut, dan bila tidak ada
kontraksi ibu dianjurkan untuk istirahat. Serta mengajarka keluarga untuk
masase punggung untuk mengurangi nyeri punggung.
(4) Menganjurkan ibu untuk berbaring
miring ke kiri untuk lebih mempercepat proses persalinan yaitu penurunan
kepala janin dan
memperlancar aliran oksigen untuk ibu dan janin.
d) Mengecek alat yaitu partus set,
heating set, perlengkapan ibu dan bayi.
e)
Melakukan
pengawasan 10 kala I yaitu: TD, nadi,
suhu, respirasi, KU, DJJ, PPV, Bandle ring, kontraksi, tanda gejala kala II.
2)
Pembahasan
Pada
pelaksanaan kala I terdapat kesenjangan pada pemeriksaan dalam, yang seharusnya
dilakukan setiap 4 jam sekali, tetapi di lahan dilakukan dengan jarak
pemeriksaan 3,5 jam dikarenakan ibu sudah menunjukan adanya tanda gejala kala 2
yaitu dorongan ingin meneran dan vulva sedikit membuka. Pasien juga dipasang
infuse RL 20 tpm untuk antisipasi dan intake cairan karena saat datang ketuban
ibu sudah pecah.
b.
Kala
II
1)
Pelaksanaan
Kala II pada tanggal 10 Oktober 2011 jam 08.45 WIB
a)
Memastikan
tanda gejala kala 2, seperti ada dorongan meneran, teknan pada anus, perineum
menonjol, vulva membuka.
b)
Memastikan
kelengkapan obat dan alat, seperti: obat uterotonika, pertus set, heating set,
perlengkapan ibu dan bayi.
c)
Memakai
APD berupa clemek, sandal dan handscoon.
d) Melakukan pimpinan persalinan saat ibu
mempunyai dorongan kuat untuk meneran dan membiarkan ibu istirahat di sela-sela
kontraksi serta menilai DJJ disela-sela kontraksi
e)
Menyiapkan
untuk kelahiran bayi dengan memasang handuk bersih diatas perut ibu dan kain
1/3 dibawah bokong ibu
f)
Melahirkan
bayi mulai dari kepala, bahu, badan sampai kaki bayi sesuai teknik yang benar.
g)
Melakukan
penilaian selintas pada bayi yang meliputi pernafasan, menangis kuat atau tidak
dan tonus otot.
h)
Melakukan
penanganan bayi asfiksi dengan membersihkan jalan nafas bayi dengan menyedotnya
menggunakan slaimseker, melakukan rangsangan taktil pada bayi, yaitu dengan
menepuk-nepuk punggung dan telapak kaki bayi sampai bayi menangis. Memberikan
oksigen untuk membantu pernafasan bayi supaya lebih lancar.
i)
Melakukan
asuhan bayi baru lahir dengan mengeringkan badan bayi agar tidak terjadi
hipotermi dan mengganti handuk basah dengan handuk kering
2)
Pembahasan
Pada
kala II terdapat beberapa kesenjangan antara perencanaan dan pelaksanaan, yaitu
dalam hal pemakaian APD, yang seharusnya menggunakan APD lengkap (sepatu boot,
topi, masker, clemek, kaca mata, handscoon), sedangkan dilahan hanya
menggunakan clemek, sandal dan handscoon. Dalam pelaksanaan juga dilakukan
penanganan bayi asfiksi karena ketika bayi lahir mengalami asfiksia ringan
sedangkan diperencanaan tidak ada.
c.
Kala
III
1)
Pelaksanaan
Kala III dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2011 jam 09.16 WIB
a) Memeriksa kembali uterus untuk
memastikan tidak ada janin lagi.
b) Menyuntikan oksitosin 10 IU IM pada
1/3 paha atas ibu
bagian lateral, merapikan tali pusat yang sudah dipotong dan mengikat tali
pusat dengan benang DTT.
c) Meletakan bayi ditempat yang hangat
dan kering, karena bayi mengalami asfiksia ringan sehingga dilakukan
pembersihan jalan nafas dan rangsangan taktil pada bayi serta diberikan oksigen
beberapa saat sampai bayi dapat bernafas spontan.
d)
Melahirkan
plasenta dengan cara penegangan tali pusat terkendali
e)
Masase
fundus uteri untuk memastikan kontraksi tetap bagus agar tidak terjadi
perdarahan.
2)
Pembahasan
Pada
pelaksanaan kala III terdapat kesenjangan yaitu tidak dilakukan IMD setelah
bayi lahir seharusnya segera setelah
bayi lahir dan tali pusat diikat, bayi diletakan tengkurap di dada ibu dengan
kulit bersentuhan langsung ke kulit ibu. Biarkan kontak kulit ke kulit ini
berlangsung setidaknya 1 jam atau lebih, bahkan sampai bayi dapat menyusui
sendiri apabila sebelumnya tidak berhasil (JNPK-KR, 2008;h.127), sedangkan dilahan tidak dilakukan IMD
karena saat bayi lahir bayi mengalami asfiksia ringan.
d.
Kala
IV
1)
Pelaksanaan
Kala IV pada tanggal 10 Oktober 2011 jam 09.31 WIB
a) Mengevaluasi adanya laserasi pada
vagina dan perineum, dan segera menjahit laserasi yang mengalami perdarahan
aktif.
b) Menilai ulang uterus dan memastikan
kontraksinya tetap baik, serta mengevaluasi perdarahan pervaginam.
c) Evaluasi dan estimasi jumlah
kehilangan darah
d) Membersihkan peralatan dengan merendam
peralatan dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit, membuang sambah bekas
pakai sesuai jenisnya
e) Melakukan perawatan bayi baru lahir
pada satu jam pertama kelahiran dengan menyuntikan vit.K pada paha kiri antero
lateral, memberikan salep mata, serta melakukan antropometri. Pada 1 jam kedua
kelahiran diberikan imunisasi Hb0 pada paha kanan.
f)
Melakukan
pemantauan 2 jam post partum dengan memeriksa nadi ibu, tekanan darah, kandung
kemih, kontraksi serta pengeluaran darah setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan
30 menit pada 1 jam kedua pasca persalinan
g) Melengkapi dokumentasi partograf
2)
Pembahasan
Untuk
pelaksanaan pada kala IV tidak terdapat kesenjangan antara perencanaan yang ada
dengan pelaksanaan.
G. Langkah
VII : Evaluasi
1.
Menurut
teori
Pada langkah ini evaluasi dilakukan
untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan asuhan yang di berikan kepada pasien
(Ari Sulistyawati dan Esty, 2010; h.233).
2.
Tinjauan
kasus
Pada
jam 09.15 WIB bayi lahir spontan, bayi tidak menangis, gerakan tidak
aktif, warna kulit pada ekstrimitas pucat,
jenis kelamin laki-laki, BB : 2800 gr, PB : 49 cm, LD/LK : 33/34 cm, tidak ada
caput sucsadenium, tidak ada cacat bawaan, tidak ada hematom, lubang anus (+),
APGAR Score : 6/8/10, TFU setinggi pusat, kontraksi baik, tidak dilakukan IMD
karena pada saat bayi lahir mengalami asfiksia ringan. Pada pengawasan 2 jam
post partum semuanya normal, TD dan suhu normal, kontraksi baik (keras), tidak
terjadi perdarahan, infolusi uteri normal.
3.
Pembahasan
Dalam
asuhan kebidanan yang dilakukan pada Ny. M telah dilakukan sesuai dengan teori
yang sudah ada , sehingga menghasilkan asuhan kebidanan yang efektif dan
memberikan hasil yang optimal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar